Jelas, banyak orang geram dengan klarifikasi SS. Salah satu netizen berujar bahwa mereka berdonasi bukan untuk membiayai kontrakan atau lifestyle orang lain. Lha wong donaturnya aja kadang hidup pas-pasan dan nunggak biaya kosan.Â
Para donatur mengaku, mau memberikan sebagian rezekinya dengan alasan kasihan karena SS menggunakan ibu dan anaknya sebagai alat untuk memunculkan rasa simpati.
Kasus meminta donasi online ini mungkin kerap kita saksikan di berbagai media sosial. Dengan menjual cerita-cerita melas beserta foto-foto menyedihkan, pelaku penipuan donasi kerap menebar belas kasih pada netizen.
Masalahnya, masyarakat Indonesia masuk sebagai orang-orang dengan sifat dermawan tinggi. Kebaikan hati itulah yang rentan dimanfaatkan oleh pelaku penipuan donasi. Memangnya, seberapa dermawan kah Indonesia di mata dunia?Â
Berdasarkan Charities Aid Foundation (CAF) yang dinukil dari katadata, Indonesia menempati peringkat tertinggi dengan total skor 68%. Indonesia meraih skor 84% dari dimensi donasi uang dan 63% dari tingkat kerelawanan.
Data dari penelitian tersebut bisa menjadi kabar baik maupun kabar buruk. Kabar baiknya, sifat dermawan itu mampu membantu orang lain untuk terbebas dari keterpurukan karena pemberian bantuan, entah berupa uang, barang atau jasa.
Namun, kabar buruknya, sisi dermawan itu kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum penipu yang meminta donasi dengan menjual "Kemelasan", padahal dana yang terkumpul tidak difungsikan semestinya. Duh, sedih sekali tiap kali membaca soal donasi abal-abal.
Berhati-hatilah Saat Berdonasi Online
Sebagai manusia yang memiliki empati, adakalanya muncul keinginan untuk membantu sesama. Tak peduli kenal atau tidak pada orang yang hendak kita tolong.
Hanya saja, merasa skeptis (curiga, tak mudah percaya) di era kiwari itu sangat penting. Banyak sekali orang yang tega memanfaatkan belas kasih untuk menuai untung.