Mohon tunggu...
Mutiara Margaretha Yaletha
Mutiara Margaretha Yaletha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

be myself and here i am •.• kawasan bebas polusi

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

PKL story 2: Ternyata Dia Pasien Covid!

27 Desember 2024   21:28 Diperbarui: 27 Desember 2024   21:28 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tia dan Dinda sedang bersiap menjalani dinas siang di ruang bersalin rumah sakit, mulai pukul 15.00 hingga 21.00. Pandemi COVID-19 yang sedang memuncak membuat suasana rumah sakit selalu sibuk. Sebagai siswa magang, tugas mereka hari ini adalah membantu bidan dan perawat senior menangani pasien melahirkan. Setelah membantu persalinan seorang ibu muda, keduanya diberi waktu istirahat sejenak di ruang staf.

"Din, kalau dipikir-pikir kerja magang di sini serasa lari maraton, ya. Ngadepin pasien marah lah, bayi yang kalo nangis nggak liat waktu, untungnya bidan-bidan di sini baik semua," ujar Tia sambil mengoleskan minyak kayu putih ke lehernya.

"Yaudah, sana lari aja beneran, siapa tahu dapat medali!" balas Dinda sambil tertawa.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Sekitar pukul enam sore, datanglah pasangan suami-istri. Sang istri terlihat lemah, namun napasnya terengah-engah menahan kontraksi. Informasi dari IGD menyebutkan kalau ia sudah memasuki pembukaan tujuh dan butuh tindakan segera. Tia dan Dinda sigap menghampiri. Sambil tersenyum, Tia memulai pengecekan tensi, sementara Dinda mencatat hasilnya di catatan medis. Sementara itu, suami pasien terlihat mondar-mandir di luar ruangan, menyelesaikan urusan administrasi.

Saat mereka tengah membantu pasien, Kak Laila, bidan senior, masuk ke ruangan dengan langkah cepat dan wajah serius. "Tia, Dinda, kalian keluar dulu sekarang," ujarnya singkat. Tanpa banyak bertanya, keduanya meninggalkan pasien dan mengikuti Kak Laila ke luar ruangan. Di sana, mereka diberi kabar yang membuat darah seperti berhenti mengalir.

"Pasien itu positif COVID-19. Hasil tesnya baru keluar sore ini," ujar Kak Laila tegas.

Mata Tia dan Dinda saling bertemu, sama-sama membulat karena terkejut. "Hah? Tapi, Kak, tadi kita sudah kontak langsung," suara Dinda terdengar panik.

"Iya, makanya sekarang kalian bersihkan diri, ganti APD yang lengkap, lalu antar sampel darah pasien ini ke laboratorium. Cepat," ujar Kak Laila tanpa basa-basi.

Jantung Tia berdegup kencang saat ia mengganti baju dan membersihkan diri. Ketika mereka selesai, sampel darah pasien sudah disiapkan. Keduanya berjalan bergegas menuju laboratorium, mencoba fokus pada tugas meski pikiran mereka dipenuhi kekhawatiran.

Di sepanjang perjalanan, Tia membuka portal menuju dunia pergibahan, "Din, kamu tahu nggak? Pasien tadi katanya sudah ke beberapa bidan sebelum ke sini."

"Serius? Kok bisa?" tanya Dinda, matanya melirik ke arah Tia.

"Iya, aku dengar dari Kak Laila tadi. Suaminya sengaja nggak bilang kalau istrinya positif COVID karena takut ditolak lagi," jelas Tia, nada suaranya mencampur antara prihatin dan kesal.

"Ya ampun, pantas saja bidan-bidan itu nggak berani nerima. Mereka pasti nggak punya APD lengkap," balas Dinda dengan nada sebal.

"Iya, aku kasihan juga sih sama istrinya, tapi caranya itu lho. Gara-gara suaminya nggak jujur, kita jadi berisiko," gumam Tia sambil menggigit bibir.

Dinda mengangguk setuju. "Iya, apalagi tadi aku sempat bantuin dia ganti posisi di ranjang. Astaga, kalau sampai aku kena, gimana coba?"

Tia terdiam sesaat, lalu menghela napas panjang. "Udahlah, yang penting sekarang kita hati-hati. Jangan sampai kita kecolongan lagi."

Setelah menyerahkan sampel darah ke laboratorium, mereka kembali ke ruang bersalin dengan langkah berat. Sisa dinas mereka malam itu berjalan lancar, meskipun pikiran tentang risiko tertular COVID terus menghantui.

Namun, dua hari kemudian, Tia mulai merasa tidak enak badan. Ia demam, batuk ringan, dan kehilangan indera penciuman. Dengan segera, ia melapor ke pihak rumah sakit dan diminta untuk isolasi mandiri. Sementara itu, Dinda terus mendukung Tia dari jauh sambil menjaga kesehatannya sendiri.

"Din, aku takut banget ini. Jangan-jangan aku kena COVID," ujar Tia lewat telepon.

"Udah, jangan stres dulu. Nanti kita swab bareng, ya," jawab Dinda mencoba menenangkan, meskipun ia sendiri merasa cemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun