Melihat Bu Ratih bersandar di pinggir ranjang seorang diri, Tia pun bertanya-tanya ke mana suami Bu Ratih pergi.
"Punten, Bu, Ibu sendirian aja dari tadi?" tanya Tia.
"Enggak, Sus. Sekarang suami saya lagi pergi ke masjid buat salat subuh," jawabnya.
"Pasti nggak sabar ya, Bu, mau ketemu si Dede bayi," kata Tia mencoba membuka percakapan.
"Bener banget, Sus. Akhirnya, setelah 3 tahun menikah, saya dikasih anak. Senang banget rasanya," ucap Bu Ratih sambil sesekali mengusap perutnya.
"Wah, alhamdulillah ya, Bu, semoga persalinannya lancar," ujar Tia riang.
"Aamiin, terima kasih, Sus."
"Saya pamit keluar dulu ya, Bu, sebentar lagi saya mau mandiin bayi, hehe," kata Tia.
"Iya, Sus. Berarti besok bayi saya yang dimandikan, ya, Sus," sambut Bu Ratih riang.
Tia mengangguk antusias menjawab Bu Ratih. Namun, sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, Tia menyempatkan diri melihat tetesan air infus yang tampak lancar.
"Masih macet ya infusnya? Tadi kan baru dibenerin sama Bu Dokter," kata Bu Ratih membuat Tia Keheranan.
"Dokter?" Mendengar jawaban Bu Ratih, Tia semakin bingung. Ini bukan jam kunjung dokter, dan hanya ada dirinya dan Dinda yang berjaga di ruang itu.
Bu Ratih menjawab dengan tenang, "Dokternya tadi pakai seragam warna maroon, cantik banget deh wajahnya."
Seragam yang dipakai perawat malam itu berwarna hijau muda, dan ia sendiri mengenakan seragam putih.
"Selain benerin infus, dia ngapain lagi, Bu?" tanya Tia ragu.
"Tadi, setelah suami saya berangkat ke masjid, dia sempat nemenin saya sampai suster datang," jawab Bu Ratih.
"Oh, gitu ya Bu. Yaudah, saya pamit dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum."
Setelah berpamitan dengan Bu Ratih, Tia segera membangunkan Dinda dan menceritakan ulang apa yang ia dengar dari Bu Ratih. Seketika, mereka berdua merasa ketakutan dan pergi menemui Kak Ulfa. Kak Ulfa yang mendengar cerita mereka hanya tersenyum maklum dan mencoba menjelaskan kisah yang belum pernah mereka dengar sebelumnya.
"Dia biasa kita panggil Suster Merah. Aku juga nggak tahu cerita awalnya gimana, tapi pertama kali aku kerja di sini, Suster Merah udah jadi hal yang biasa. Soalnya, kita tahu dia nggak pernah nyakitin pasien dan justru banyak ngebantu." cerita Kak Ulfa.
"Ada yang pernah lihat nggak mukanya gimana?" tanya Dinda penasaran.
"Nggak pernah sih, tapi yang aku denger, wajahnya cantik banget, terus wanginya khas bunga. Tapi, nggak tahu bunga apaan," jawab Kak Ulfa sambil tertawa.
Tia dan Dinda yang tadinya merasa takut kini menjadi lebih tenang. Mereka berjanji akan lebih giat lagi menjaga serta menyiapkan keperluan pasien, takut-takut Suster Merah marah kalau mereka leha-leha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H