Mohon tunggu...
Mutiara Margaretha Yaletha
Mutiara Margaretha Yaletha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

be myself and here i am •.• kawasan bebas polusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Wawancara dengan Mahasiswi tentang Perilaku yang Mengabaikan Aspek Kemanusiaan

27 November 2024   19:04 Diperbarui: 27 November 2024   19:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi diolah melalui aplikasi Canva

Dehumanisasi mengacu pada proses di mana individu atau kelompok dianggap kurang manusiawi atau tidak sepenuhnya manusia. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk perlakuan tidak adil, diskriminasi, atau pengabaian terhadap hak dan martabat seseorang. Dehumanisasi, sebagai fenomena sosial, sering muncul dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Wawancara ini dilakukan di salah satu kampus Jakarta dengan mahasiswa angkatan 2023 sebagai pembicaranya. Wawancara ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana dehumanisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari serta dampaknya terhadap individu.

Pertanyaan: "Pernahkah kamu mengalami perlakuan tidak adil atau tindakan yang bermuara pada penghinaan?"

Mahasiswi (1): "Pernah, saya dibully karena berasal dari wilayah Indonesia Timur. Mereka sering mempermainkan logat daerah saya. Meskipun mungkin terlihat seperti candaan biasa bagi sebagian orang, bagi saya, itu terasa seperti bentuk penghinaan."

Mahasiswi (2): "Sepertinya semua orang pernah mengalami dehumanisasi seperti yang sudah kakak jelaskan. Saya sendiri sering diremehkan karena saya perempuan. Ketika teman-teman saya berdiskusi tentang siapa yang pantas menjadi ketua kelas, saya mengajukan diri sebagai kandidat. Namun, mereka mengatakan bahwa hanya laki-laki yang layak menjadi pemimpin, padahal saya merasa mampu menjalankan tugas sebagai ketua kelas."

Dalam percakapan ini, kedua mahasiswi berbagi pengalaman tentang perlakuan tidak adil yang mereka alami. Mahasiswi pertama bercerita tentang bagaimana dia dibuli dan logat daerahnya sering dipermainkan orang lain. Meskipun bagi sebagian orang itu mungkin cuma lelucon, baginya itu sudah masuk ke penghinaan. Mahasiswi kedua menceritakan bagaimana dia diremehkan hanya karena perempuan. Saat dia mencalonkan diri jadi ketua kelas, teman-temannya menolaknya dengan alasan hanya laki-laki yang pantas jadi pemimpin, padahal dia merasa mampu menjalankan tugas itu.

Kedua pengalaman ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak adil dan penghinaan dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik itu berdasarkan latar belakang daerah, jenis kelamin, atau faktor lainnya. Kesadaran tentang bentuk-bentuk dehumanisasi ini penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil, di mana setiap individu dihargai dan diberikan kesempatan yang setara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun