Mohon tunggu...
Mutiara Margaretha Yaletha
Mutiara Margaretha Yaletha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

be myself and here i am •.• kawasan bebas polusi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Fenomena Doom Spending Bikin Miskin Generasi Muda

4 Oktober 2024   17:25 Diperbarui: 4 Oktober 2024   17:38 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doom spending atau belanja berlebihan buat ngilangin stres, udah jadi hal yang sering banget kita lihat, terutama di kalangan Gen Z dan milenial. Di tengah berbagai masalah kayak perubahan iklim, ketidakpastian politik, dan krisis ekonomi, banyak orang yang nyari pelarian lewat cara yang gampang ini. Biar lebih paham, yuk scroll lebih jauh tentang fenomena yang lagi tren ini!

Apa Sih Doom Spending Itu?

Jadi, doom spending itu basically adalah kebiasaan impulsif buat belanja yang muncul saat kita lagi stres atau khawatir. Bayangin deh, saat situasi di sekitar kita berasa berat, kayak krisis ekonomi atau pandemi, belanja bisa jadi jalan keluar yang ngerasa lebih enak. Mulai dari beli baju baru, sepatu kece, sampai gadget kekinian, semua jadi sasaran. Rasanya sih, pas belanja itu kayak dapet "high" sesaat, baper abis beli barang baru.

Kenapa Bisa Terjadi?

Ada beberapa alasan kenapa doom spending ini makin sering terjadi. Pertama, ada rasa senang instan setiap kali beli barang baru. Di saat segalanya nggak pasti, momen-momen kecil ini bikin kita ngerasa lebih baik. Rasanya, barang baru itu bisa jadi pengalih perhatian dari semua masalah yang ada. Kedua, dengan banyaknya influencer dan iklan di media sosial, dorongan buat belanja jadi semakin kuat. Dari yang tadinya cuma pengen lihat, eh, jadi pengen beli juga.

Lalu, kita juga harus ingat kalau banyak orang ngerasa kesepian. Di zaman serba digital ini, interaksi secara langsung sangat minim dan belanja bisa jadi cara untuk cari koneksi atau pengalaman baru. Kadang, kita ngerasa kalau beli sesuatu itu bisa jadi solusi buat menghibur diri.

Efek Samping Doom Spending

Walaupun kelihatannya bisa bikin bahagia, doom spending sering kali bikin kita nyesel. Setelah euforia belanja, datang rasa bersalah karena udah ngeluarin uang buat barang yang nggak perlu. Rasa nyeselnya itu kayak muncul tiba-tiba, dan kadang bikin kita mikir, "Kenapa ya gue beli ini?" Kalau ini terus berlanjut, bisa-bisa keuangan kita jadi berantakan. Utang menumpuk, dan kita jadi kesulitan buat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yang awalnya cuma belanja kecil-kecilan, eh, jadi masalah besar!

Cara Ngatasin Doom Spending

Buat ngelawan fenomena ini, penting banget buat kita nyadar sama pola belanja kita. Pertama, coba deh bikin catatan pengeluaran. Jadi, kita bisa lihat seberapa banyak uang yang udah kita habisin untuk belanja. Kedua, alih-alih belanja, cari cara lain buat ngilangin stres. Misalnya, olahraga, meditasi, atau hangout bareng temen. Ini bisa jadi alternatif yang lebih sehat daripada belanja impulsif.

Juga, coba untuk lebih mindful saat belanja. Sebelum beli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah gue beneran butuh ini?" atau "Apa yang akan terjadi kalau gue nggak beli ini?" Dengan cara ini, kita bisa mengurangi pengeluaran yang nggak perlu.

Doom spending itu adalah cerminan dari segala tantangan yang kita hadapi sekarang. Walaupun bisa jadi pelarian sementara, efek jangka panjangnya bisa berbahaya. Dengan sadar dan mengadopsi cara yang lebih sehat buat ngelola emosi dan keuangan, kita bisa minimalkan dampak negatif dari fenomena ini. Jadi, yuk kita lebih bijak dalam belanja dan pilih cara lain buat menghadapi stres! Kita semua bisa melaluinya dengan cara yang lebih positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun