Mini market merupakan pilihan favorit masyarakat yang hendak membeli beberapa kebutuhan karena dianggap menyediakan variasi barang yang lebih lengkap dibandingkan warung biasa. Indomart dan Alfamart adalah beberapa contoh mini market yang paling sering dijumpai. Seperti biasa, siang itu (28/12) saya datang ke Alfamart yang terletak di komplek kampus dalam IPB untuk membeli beberapa perlengkapan mandi, juga snack untuk persediaan menonton final piala AFF Rabu malam (29/12). Waktu yang saya habiskan untuk berbelanja mungkin hanya sekitar 4 menit, begitu saya menuju motor yang saya parkir, disana berdiri seseorang yang sudah meletakkan selembar koran di atas motor saya sebagai tanda bahwa saya dikenakan biaya parkir. Pemandangan tersebut sudah biasa saya saksikan, akhirnya saya pun mengeluarkan selembar uang Rp 1.000 dan memberikannya kepada orang tersebut.
Begitulah kira-kira tahapan kerja seorang petugas parkir ilegal yang sering saya temui di Bogor (mungkin juga pernah anda amati di kota anda). Saya tidak menolak jika area parkir tersebut bersifat resmi, seperti petugas parkir yang saya temui di stasiun KRL Bogor, Giant Swalayan, atau petugas parkir di kampus saya, IPB. Sekedar ucapan terimakasih maka dengan senang hati kita pasti memberikan uang parkir kepada mereka. Berbeda rasanya jika kita harus memberikan uang parkir kepada orang yang menjadi petugas parkir dadakan disuatu tempat yang sebetulnya tidak memerlukan biaya parkir, seperti halnya pada kejadian kita mengambil uang di ATM center, parkir di depan salah satu sentra seluler untuk membeli pulsa, mampir di photo copy center untuk mengcopy beberapa bahan kuliah, sekedar membeli pasta gigi ke Alfamart, atau berhenti sejenak di depan warteg untuk membeli sebungkus makanan. Mungkin pasta gigi yang kita beli hanya seharga Rp 3.000, atau makanan yang kita beli di warteg cuma seharga Rp 4.500, namun alangkah tidak nyamannya jika aktivitas rutin yang kita lakukan tersebut harus terus berulang dengan tambahan tagihan parkir disetiap tempat kita memarkir kendaraan, bahkan menjadi kesal jika si petugas parkir ilegal terkesan ‘memaksa’ kita untuk membayar uang parkir.
Dari beberapa pengalaman yang saya baca, beberapa daerah khususnya kota-kota besar di Indonesia mengalami masalah yang sama dalam menghadapi petugas parkir ilegal yang menjamur di lokasi-lokasi padat kunjungan. Banyaknya petugas parkir ilegal yang memungut uang parkir diluar proporsi yang telah ditetapkan Pemda setempat sehingga dilansir sangat meresahkan masyarakat pengguna kendaraan.
Berdasarkan pengamatan saya, petugas parkir dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu petugas parkir resmi, petugas parkir ilegal dengan pelayanan tidak memuaskan, dan petugas parkir ilegal dengan pelayanan cukup memuaskan. Petugas parkir resmi (1), ciri-cirinya diantaranya mempunyai kartu identitas, mengenakan seragam khusus (biasanya rompi berwarna oranye, biru, atau cokelat) dilengkapi peluit, memberikan karcis pada pemilik kendaraan setelah sebelumnya mencatat dan memastikan nomor plat kendaraan, mempunyai aturan tarif yang resmi, serta bertanggungjawab penuh atas keselamatan kendaraan. Petugas parkir resmi ini umumnya sering kita temui di sekolah, kampus-kampus besar, pusat-pusat perbelanjaan skala besar, tempat wisata, tempat hiburan, dan sebagainya. Petugas parkir ilegal dengan pelayanan tidak memuaskan (2), ciri-cirinya diantaranya tidak mempunyai kartu identitas, biaya parkir bervariasi (kadang mematok harga, namun tidak jarang biaya terserah pada keinginan pemilik kendaraan), dan tidak mengenakan seragam, meskipun beberapa diantaranya membawa peluit. Petugas parkir jenis ini sering kita temui di pasar-pasar tradisional, pinggir-pinggir jalan yang terdapat warung tenda untuk makan, mini market, pusat jajanan, dan sebagainya. Contoh terburuk baru saja saya dengar dua hari yang lalu, dimana salah seorang petugas Agrimart IPB telah kehilangan motornya padahal motor tersebut sudah dititipkan kepada salah satu petugas parkir, namun saat motornya diketahui hilang, si petugas parkir tidak mau bertanggungjawab.
Petugas parkir ilegal dengan pelayanan cukup memuaskan (3), ciri-cirinya hampir sama dengan petugas parkir ilegal dengan pelayanan yang tidak memuaskan, letak perbedaannya hanyalah perlakuan pasca parkir. Contoh petugas parkir untuk kategori ini pernah saya temui di Kota Padang, Sumatera Barat saat saya liburan pada bulan November lalu. Suatu malam, saya dan sahabat saya jalan-jalan keliling Kota Padang, karena setengah perjalanan cuaca berubah gerimis maka kami menyempatkan diri neduh sambil makan di warung baso Pak Tono yang terletak di sekitar kampus Adabiyah. Sehabis makan dan setelah gerimis reda, saya dan teman saya bermaksud melanjutkan perjalanan. Sesampainya di pinggir jalan tempat kami memarkir motor – setelah memberikan uang parkir – si petugas langsung mengeluarkan handuk kecil, mengelap, mengeringkan tempat duduk dan body motor, lalu membantu teman saya mengeluarkan kendaraan kami dari kerumunan motor lain yang juga parkir, hingga membantu kami menyeberang dengan aman saat kendaraan lain melintas di jalan yang sama. Itulah kali pertama saya merasakan pelayanan parkir yang nyaman dari seorang petugas parkir ilegal. Uang Rp 1.000 yang saya keluarkan terasa pantas, bahkan saya ingin menambahkan selembar seribuan lagi untuknya.
Inti dari sebuah pekerjaan adalah profesionalitas seseorang terhadap apapun jenis pekerjaan yang digelutinya. Kehadiran seorang petugas parkir tidak hanya untuk memunguti biaya sewa tempat memarkir kendaraan dari setiap pemilik kendaraan yang membutuhkan tempat parkir. Untuk kasus yang menimpa petugas Agrimart IPB tersebut, diperlukan peran dalam pengelolaan area parkir yang bertanggungjawab terhadap keselamatan kendaraan. Jangan hanya karena ingin kejar setoran maka perhatian petugas parkir kerap terabaikan, jika kendaraan sudah hilang maka banyak alasan pun dikemukakan. Mau parkir aja kok repot?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H