Seberapa jauh kamu mengenal IPB?
Secara sederhana sebagian orang akan menjawab bahwa IPB adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi terkenal yang terletak di Bogor. Bagi mereka yang mungkin telah lama mengenal Bogor (seperti saya. hehehe) akan menambahkan bahwa IPB dahulunya merupakan bagian dari Universitas Indonesia (UI), kampus tertuanya terletak di Baranangsiang dan sekarang pusatnya di Darmaga. Nah, kali ini saya akan mengajak anda (terutama para alumni civitas akademika IPB) untuk flashback ke masa lalu, diawal berdirinya Institut Pertanian Bogor.
Tahap awal IPB merupakan cikal bakal dari Sekolah Pertanian Bogor (Landbouwhogeschool) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda diabad ke-20. Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi Fakultas Pertanian UI. Peletakan batu pertama Fakultas Pertanian ini dilakukan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada tanggal 27 April 1952. Beliau menginginkan pertanian agar ditangani secara khusus, hal ini karena Indonesia merupakan negara agraris. Peresmian ini juga ditandai dengan pidato beliau pada saat itu yang mengatakan “...pertanian adalah soal hidup atau mati...”. Mengapa? Karena pertanian adalah nyawa bangsa, jika sektor pertanian di Indonesia telah terganggu maka negara Indonesia sudah berada diambang kehancuran.
Tahap selanjutnya beberapa fakultas yang ada di UI memutuskan untuk membentuk lembaga pendidikan mandiri. Diawali 2 Maret 1959, Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung melepaskan diri menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 1 September 1963, Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan memisahkan diri pula menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB). Fakultas di Surabaya menjadi Universitas Airlangga dan di Makassar menjadi Universitas Hasanuddin. Tahun 1964 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UI menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta yang kini kembali menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Sebuah keberuntungan, disaat saya tengah berkunjung kembali ke kampus Fakultas Kehutanan tercinta, saya sempat berbincang-bincang singkat dengan Bapak Prof. Dr. Jojo Ontario, beliau adalah alumni Fakultas Kehutanan IPB angkatan pertama sekaligus Dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Kamipun berbincang cukup lama mengenai sejarah IPB terdahulu.
Setelah IPB terlepas dari UI, terbentuklah 5 fakultas di IPB yaitu 3 fakultas di Baranangsiang (Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan dan Fakultas Perikanan) dan 2 fakultas di Gunung Gede (Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan), menyusul Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian di tahun 1964. Era tahun 1960an, berbarengan dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia, Belanda memberikan peluang kepada IPB untuk memperluas areal kampusnya ke wilayah Darmaga. IPB Darmaga didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. 92/1963 yang disahkan oleh Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan No. 279/1965, ditandai dengan penanaman pohon pinus yang sekarang dikenal dengan nama Plaza Bung Karno.
Fakultas Kehutanan merupakan fakultas yang diberikan prioritas utama untuk menempati Kampus Darmaga. Hal ini karena Fakultas tersebut adalah satu-satunya fakultas yang tidak memiliki bangunan tetap, hanya berupa ruangan seluas 8x15 m yang terletak di Jalan Raya Pajajaran Bogor, dibelakang Gedung IPB Pusat / Gedung Fakultas Pertanian IPB. Hingga akhirnya pada tahun 1968 Fakultas Kehutanan dipindahkan ke Darmaga, “Dari Baranangsiang seluruh tenaga pengajar dan mahasiswanya melakukan long march (jalan jauh) sepanjang 10 km menuju Darmaga”, kenang Pak Jojo. Areal kampusnya seluas ± 3000 m2 berupa bangunan seluas ± 5.000 m2. Bangunan tersebut terdiri dari 2 bangunan utama, yaitu Gedung Forestry (3 lantai) dan Gedung Silvikultur (2 lantai).
”Suasana Darmaga saat itu sangat sunyi, tidak ada kendaraan, sesekali hanya dilewati truk pengangkut bambu yang beroperasi hingga jam 2 siang. Kampus Darmaga dahulunya hanya berupa hamparan hutan karet dan jalan kecil. Bangunan selanjutnya yang dibangun dengan hasil rancangan Bung Karno adalah gedung kuliah yang hingga sekarang masih kokoh berdiri di DAR Plaza Fahutan. Sejak saat itu Bung Karno sering main ke Darmaga, khususnya melakukan salah satu hobinya yaitu pergi memancing ke Situ Leutik”, tambah Pak Jojo diselingi tawa kecilnya. Fasilitas lainnya adalah Asrama Sylvasari dan Asrama Sylvalestari yang berfungsi sebagai asrama putra mahasiswa Kehutanan IPB (sejak tahun 2010 ini beralih fungsi menjadi asrama mahasiswa baru TPB IPB), sedangkan mahasiswinya ditempatkan di Asrama Landhuis yang merupakan milik dari seorang pengusaha kaya Belanda, yaitu Van Mooten. Saat ini IPB telah merealisasikan berbagai bentuk pembangunan infrastruktur, khususnya gedung. Gedung-gedung IPB berbentuk segitiga, ini melambangkan IPB yang berlandaskan Tri Dharma Pendidikan, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang disadur dari konsep UI terdahulu.
Beberapa bangunan IPB yang sudah dibongkar atau dikonversi sehingga tidak dapat lagi kita temui saat ini antara lain Asrama Mahasiswa “Ekalokasari” yang telah menjadi outlet dan komplek pertokoan; Gedung kuliah, lab praktikum dan lapangan olah raga Baranangsiang telah berubah menjadi IPB International Convention Center dan Mall; Pabrik Karet saat ini telah menjadi Mesjid Al-Hurriyyah; “Gedung Seng” telah menjadi Cafe Stevia yang dulunya berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pegawai IPB; dan saluran irigasi dari Sawah Baru ke Danau LSI. Untuk hal yang terakhir tadi Pak Jojo sangat menyesalkan, “Mengapa saluran irigasi tersebut harus dirubuhkan? padahal jika saat ini masih ada, maka irigasi tersebut sangat cukup untuk memenuhi persediaan air di Kebun Cikabayan”. Wajah kampus yang mulai redup ini hendaknya menjadi cerminan pengajaran bagi IPB untuk lebih melestarikan situs-situs sejarahnya yang berharga.
Estafet kepemimpinan IPB pun selalu mengalami regenerasi. Berikut urutan kepemimpinan IPB sejak awalnya, yaitu Prof. Dr. Syarif Thayeb; Prof. Dr. A.J. Darman; Prof. Dr. Ir. T.B. Bachtiar Rifai; Prof. Dr. Ir. Sajogyo; Prof. Dr. J.H. Hutasoit; Prof. Dr. Ir. Toyib Hadiwidjaja; Prof. Dr. Ir. A.M. Satari; Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution; Prof. Dr. Ir. H. Sitanala Arsjad; Prof. Dr. Ir. Soleh Solahuddin M.Sc; Prof. Dr. Ir. R.H.M. Aman Wirakartakusumah; M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc; dan Dr.Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc yang menjabat menjadi Rektor IPB hingga sekarang.
Penekanan awal IPB dikepemimpinan Syarif Thaeb adalah dibidang pertanian yaitu swasembada pangan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ini terwujudkan dengan suksesnya IPB di BIMAS-INMAS (1963-1964) melalui konsep intensifikasi pertanian. Pada tahun 1966-1967 diperkenalkan Panca Usaha Tani, puncaknya adalah Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1986. FAO memberikan penghargaan secara langsung kepada Presiden Soeharto di Roma, Italia. Prestasi yang gemilang tersebut hendaknya menjadi cambuk yang baik bagi IPB untuk kembali menelusuri sejarah perkembangan IPB sebagai satu-satunya institut yang berbasis pertanian terbesar di Indonesia. IPB dan seluruh elemen masyarakat hendaknya berjuang bersama untuk meneruskan revolusi menuju pertanian yang sejahtera di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H