Mohon tunggu...
Mutiaraku
Mutiaraku Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Meraih mimpi bersamamu......

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Pacaran, Yes or NO?

6 November 2014   21:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:27 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Membaca artikel pak Mustafa Kamal tentang kasus pacaran anak jaman sekarang, saya jadi teringat saat mengunjungi anak saya di pesantren minggu lalu.

Saat itu kami tengah mengobrol bersama, tiba-tiba lewatlah beberapa santri perempuan, salah seorang diantaranya menggunakan kardus yang telah dibuka dan dikalungkan dilehernya. Kardus itu bertuliskan kata-kata kurang lebih yang berarti pengakuan bahwa dia telah melanggar aturan pesantren yaitu berpacaran. Kalung kardus itu harus dipakai selama 2 minggu.

Tak lama lewatlah lagi beberapa santri berkalungkan kardus serupa.

Saya terbengong-bengong. Cerita anak saya, ada 12 santri dan santriwati yang ketahuan menjalin hubungan asmara melalui facebook. Harakadah. Saya semakin bingung. Kok bisa sih? Kan tidak boleh bawa hp dan alat komunikasi lainnya? Kan pondok putra dan putri terpisah? Trus bagaimana bisa ketahuan kalau cuma di facebook? Serentetan pertanyaan saya bombardir ke anak saya.

“Nggak tahulah, Ma. Mungkin pas ortunya pada nengokin, pake hp nya. Ketemu pas selintas-selintas aja di jalan pesantren yang memungkinkan mereka untuk bertemu. Katanya sih ditanyain gitu, siapa yang sudah menjalin hubungan asmara. Trus pada mengaku deh mereka.”

Malah kata anak saya, salah seorang diantara mereka ada yang sudah dua kali kena hukuman disiplin yang sama.

Astaghfirullah.

Pacaran adalah pelanggaran disiplin berat di banyak pesantren. Sanksi hukumannya bisa sampai dikeluarkan. Di pesantren anak saya terbilang lebih ringan dengan hanya mengenakan kalung kardus itu selama 2 minggu. Mungkin juga karena cuman ketahuan pacaran di facebook.

Tak perlu dibahas soal sanksi yang dikenakan. Tapi kejadian tersebut menjadi moment tepat untuk kembali menekankan kepada anak-anak saya bahwa pacaran itu banyak mudhorotnya dan yang paling penting adalah DOSA.

Dulu saya juga pacaran, satu-satunya dengan suami saya ini karena saya tidak paham hukumnya. Orang tua saya tidak pernah melarang saya pacaran tetapi selalu menasehati jangan pacaran saat masih sekolah, masih kecil. Dan ketika saya kuliah dan memiliki hubungan special dengan suami, ortu tak lepas dari selidik sana selidik sini. Tak lupa dengan bumbu nasehat super kuno menurut saya waktu itu. Tapi kini saya sangat menyadari, itu adalah rasa sayang mereka kepada saya, anak perempuan semata wayangnya.

Kini, saya telah banyak belajar. Saya paham dan sangat ngeri dengan akibat gaya pacaran anak-anak jaman sekarang. Apalagi media sangat berperan menyebarkan virus pacaran yang sangat tidak sehat. Saya dikaruniai 3 anak gadis dan 1 anak cowok. Apa yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan mereka?

Sejak kecil, saya ajari mereka pendidikan seks dini sesuai dengan batas kemampuan mereka memahami. Saya ajarkan agar mereka bisa menjaga diri mereka. Bagaimana membedakan sentuhan yang normal dan sentuhan yang ‘tidak biasa’ termasuk bagaimana tindakan mereka jika mengalami sentuhan yang tidak biasa itu. Mereka tak boleh takut untuk berteriak atau berlari, serta menceritakan semua keganjilan yang dialami kepada orang tua.

Saya sangat mengerti setiap insan pasti akan terkena virus merah jambu, entah saat dia masih unyu-unyu atau sudah sangat dewasa dan matang. Karena itu saya tak marah ketika hal itu menimpa anak gadis sulung saya di kelas 6 SD. Saya lalu bercerita tentang akibat berpacaran beserta hukumnya dalam agama yang kami anut. Saya beri waktu buat dia untuk berpikir dan memilih jalan mana yang akan dia pilih. Alhamdulillah, dia mengerti.

Sejak anak-anak masih kecil, kami sekeluarga sangat membatasi tontonan, khususnya televisi. Sinetron sudah sejak lama menjadi tayangan yang dicoret dari menu media kami. Beberapa acara televisi yang kurang mendidik juga masuk dalam daftar black list. Namun demikian tak dapat dipungkiri, teman dan lingkungan tak menerapkan hal sama dan itu tetap akan berpengaruh pada mereka. Maka pendampingan ortu untuk selalu menasehati harus senantiasa dijaga.

Memasukkan ke pesantren juga menjadi salah satu agenda ‘penyelamatan’ kami. Meskipun saya sangat menyadari, pesantren hanyalah upaya, bukan mantra sakti yang tiba-tiba bisa merubah para santri menjadi anak –anak yang sholih. Buktinya masih juga ada yang bisa pacaran di dalam pesantren. Tapi saya bilang pada mereka, bayangkan jika anak-anak yang berani pacaran di dalam pesantren itu berada di luar sana, seperti apakah gaya mereka berpacaran?

Teman sekantor saya yang kebetulan lulusan pesantren bercerita, godaan yang terberat adalah ketika mereka keluar dari pesantren. Selama di pesantren, mereka terbiasa tak bertemu dengan lawan jenis, dan ketika keluar dan menempuh pendidikan tinggi, lawan jenis itu bertebaran di mana-mana, polusi media juga tak lagi terbendung. Ucapan teman saya itu membuat saya harus senantiasa waspada dan tidak pernah berhenti belajar menghadapi gegap gempitanya dunia remaja masa kini.

Yang paling penting dari semua itu adalah DOA. Doa orang tua yang senantiasa dipanjatkan, setiap saat agar anak-anak senantiasa dalam penjagaan Yang Maha Kuasa. Semoga kelak Allah akan memberikan jodoh yang terbaik untuk anak-anak kami, meskipun tanpa pacaran.

Jakarta, 6 November 2014

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun