Pagi yang cerah dan bersemangat kali ini, terpaksa rusak tiba-tiba. Menumpang krl dengan segala kelebihan dan kekurangannya harus pintar-pintar membawa diri dan hati. Kali ini saya tak akan mengkritisi PT. KCJ sebagai anak perusahaan PT. KAI yang bertanggung jawab atas pengelolaan KRL Jabodetabek.
Keberhasilan dan kenyamanan pengelolaan sebuah moda transportasi tak lepas dari kerjasama dari pengelola dan pengguna. Percuma saja pengelolaan yang bagus apabila tak ada kesadaran bagi penumpang untuk turut menjaga dan menciptakan kenyamanan di antara sekian juta penumpang dengan berbagai macam karakter yang berbaur menjadi satu.
Lagu lama penumpang yang juga sering kualami adalah para penumpang yang berdiri namun tetap asyik masyuk dengan telepon genggamnya sehingga (sengaja) lupa untuk berpegangan. Akibatnya, penumpang disekitarnya menjadi terganggu karena tubuhnya yang menyandar ditubuh penumpang lain. Belum lagi ditambah gaya dorong kereta saat pengereman. Itu jamak terjadi dan paling kami yang ‘terbebani’ hanya bisa mengelus dada atau kalau memang sudah tak tahan lagi ya diingatkan untuk berpegangan dengan risiko didamprat oleh pelaku yang terkadang lebih galak dari para ‘korban’.
Tapi kejadian pagi ini sungguh membuatku sesak. Sebenarnya sudah beberapa hari ini aku memperhatikan seorang bapak yang selalu duduk pas menghalangi pintu sambungan gerbong perempuan dan melarang kami untuk menutup pintu tersebut. Awalnya kupikir dia memang datang agak terlambat sehingga tidak sempat masuk dari gerbong campuran. Ternyata si bapak memang sengaja naik dari gerbong perempuan supaya bisa mengambil posisi nyaman buatnya itu. Kami penumpang perempuan di sekitarnya sering dibuat kesal dengan ulahnya dan kawan-kawannya yang memang selalu naik di gerbong yang sama. Mereka sangat berisik. Si bapak tak mau peduli dengan kondisi kereta yang sangat penuh dan para perempuan yang harus berjuang menahan dorongan dan desakan sesama penumpang. Padahal kami perempuan sengaja naik di gerbong perempuan untuk menghindari persinggungan dengan kaum laki-laki demi menjaga diri dari kemungkinan pelecehan seksual. Penumpang di sekitar bapak itu menjadi tak nyaman. Bagaimana tidak, posisi tubuh mereka terdorong ke muka si bapak sambil menahan beban dorongan yang lumayan kuat. Tak jarang si bapak beradu mulut dengan petugas PKD yang mencoba mengingatkan.
Melihat sikapnya yang merugikan orang lain itu, pagi ini aku sempat bersitegang dengan bapak itu saat mencoba menyadarkannya dan sepertinya aku harus berpindah gerbong untuk perjalananku selanjutnya esok hari karena si bapak mulai menebarkan sikap mengancam kepadaku. Bahkan saat aku mengadukan perilaku si bapak pada PKD yang tengah berjaga pagi ini, dia bilang juga pernah diancam sama bapak itu saat mencoba mengingatkannya. O la la, jadi kepada siapa lagi kami harus mengadu?
Kejadian seperti itu ternyata tak hanya terjadi di satu kereta. Banyak teman lain juga menceritakan hal senada. Ketika mereka naik di gerbong campuran, beberapa penumpang laki-laki yang biasanya memang membentuk kelompok tetap, tetap berusaha untuk duduk di depan pintu kereta yang berada pada posisi tidak akan terbuka saat menaikkan dan menurunkan penumpang. Jika ada perempuan yang mengeluh penuh dan terganggu, mereka justru menyalahkan perempuan yang naik di gerbong campuran karena memang banyak laki-laki yang menganggap gerbong itu khusus untuk mereka.
Jumlah gerbong perempuan yang hanya 2 gerbong dibanding jumlah penumpang perempuan yang berjumlah hampir 50% dirasa sangat kurang, tapi kami memahami itu. Hanya saja jika harus ditambah dengan ketidaknyamanan karena harus bersitegang dengan penumpang laki-laki, rasanya beban itu menjadi semakin berat.
Beda cerita, ada juga oknum petugas PKD yang sepertinya enggan mengeluarkan tenaga untuk menjaga keamanan dan kenyamanan penumpang. Dia lebih suka berdiri menyandar di dinding sambungan kereta sehingga akan aman dari dorongan penumpang saat penuh. Awalnya kupikir ia sedang sakit dan sempat kutanya apakah ia sakit. Ternyata dia jawab tidak. Esoknya, petugas yang sama berdiri di tempat yang sama, bahkan sampai berusaha menggeser penumpang agar dia nyaman berdirinya. Saat ada ibu hamil yang memerlukan tempat duduk prioritas, ia hanya berteriak dari tempatnya berdiri kepada penumpang non prioritas yang duduk. Akhirnya penumpang juga yang mencarikan si ibu hamil agar dapat duduk.
Semoga pihak yang berwenang dapat melakukan penertiban terhadap penumpang nakal seperti bapak itu, juga penertiban terhadap petugas PKD yang lalai dalam tugasnya agar penumpang, khususnya penumpang perempuan kembali merasa nyaman dalam perjalanan.
***
Sumber gambar: koleksi pribadi (Gambar diambil dalam kondisi terjepit dalam kerumunan penumpang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H