Mohon tunggu...
Mutiara Khodijah
Mutiara Khodijah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Nama saya Mutiara Khodijah atau biasa dipanggi Muti. Saya merupakan mahasiswa dari Universitas Brawijaya Jurusan Sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Kekuasaan Masa Ospek, Antara Tradisi atau Transformasi?

26 November 2024   11:47 Diperbarui: 26 November 2024   12:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya, struktur sosial di kampus menjadi rigid, di mana mahasiswa baru enggan untuk berpartisipasi aktif atau menyuarakan pendapat mereka, bahkan setelah masa OSPEK berakhir. Padahal, dunia akademik seharusnya menjadi ruang inklusivitas yang membuka peluang bagi semua orang untuk berkontribusi tanpa merasa dihalangi oleh status atau hierarki.

Jika masa OSPEK dimaksudkan untuk memperkenalkan kehidupan kampus, lalu mengapa begitu banyak mahasiswa baru justru merasa tertekan dalam prosesnya?

Hal inilah yang  terjadi di beberapa Universitas yang sering kali mendapatkan kritikan karena dianggap sebagai ajang ‘pembentukan mental’ yang menormalisasi perilaku kekuasaaan senior terhadap junior. Studi kasus di beberapa universitas menunjukan bahwa tradisi ini belum sepenuhnya mengalami transformasi, dimana OSPEK masih sering diwarnai oleh peraturan-peraturan yang tidak jelas hubungannya dengan tujuan akademik, seperti melaksanakan tugas yang tidak berkaitan dengan proses belajar mengajar  dalam pelaksanaannya. Salah satu kasus yang disampaikan oleh informan berinisial SN terkait kegiatan ospek di sebuah perguruan tinggi mengungkapkan adanya tradisi yang terus diwariskan secara turun-temurun. Sebagai salah satu contohnya, mahasiswa baru diminta untuk menuliskan biodata mahasiswa dari jurusannya, yang jumlahnya tidak sedikit. Bentuk-bentuk kekuasan inilah yang dapat terlihat melalui intruksi-intruksi yang sering kali tidak memiliki dasar yang jelas, seperti tuntunan untuk mematuhi aturan yang ketat, hingga perlakuan yang tidak menyenangkan dengan alasan ‘pembentukan karakter’ yang dapat membuat mahasiswa baru merasa lebih tertekan dalam prosesnya. Hal ini cenderung memberikan tekanan kepada mahasiswa baru tanpa mempertimbangkan efek psikologis yang muncul, sehingga dalam implementasinya tindakan semacam ini tidak hanya tidak efektif, akan tetapi berpotensi juga menimbulkan trauma bagi sejumlah mahasiswa.

Dalam situasi perubahan zaman dan kesadaran yang meningkat tentang kepentingan kesetaraan, budaya kekuasaan dalam masa OSPEK perlu mengalami transformasi. Dimana kampus tidak lagi seharusnya menjadi arena yang mengalami dominasi, senioritas, melainkan menjadi ruang yang mendorong kolaborasi dan saling menghargai. Tradisi yang berasal dari kekuasaan dan otoritas harus diubah ke arah budaya yang lebih inklusif dan suportif, di mana mahasiswa dari berbagai tingkatan dapat berkaloborasi sebagai teman belajar. Transformasi ini bukan berarti menghilangkan atau mengabaikan semua nilai positif yang terdapat dalam kegiatan tersebut. Masa OSPEK masih memiliki potensi besar sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya kampus, membentuk karakter dan mengajarkan nilai-nilai kebersamaan. Namun, cara penerapannya perlu dirancang kembali agar lebih relevan dengan seiring perkembangan zaman. 

Tradisi lama yang memiliki tujuan baik dapat tetap dilestarikan dalam penerapannya, namun kampus yang sebagai ruang intelektual dan tempat tumbuhnya generasi pemimpin bangsa, harus harmoni dan menjadi simbol antara tradisi dan inovasi. OSPEK yang dirancang dengan pendekatan seperti ini tidak hanya menghapus stigma negatif, akan tetapi memperkuat juga citra kampus sebagaimana ruang yang menjunjung tinggi penghormatan, kolaborasi dan keberagaman. Oleh karena itu, Masa Orientasi Pengenalan Lingkungan Kampus perlu adanya keseimbangan antara menghargai tradisi dan melakukan transformasi adalah kunci dengan meninggalkan praktik-praktik yang tidak sama sekali ada manfaatnya. Dengan demikian, kita tidak hanya menciptakan struktur sosial yang lebih dinamis dan harmonis, tetapi juga memastikan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensinya. Langkah awal menuju kehidupan kampus tidak hanya untuk membanggakan sejarah, tetapi juga mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan mendatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun