Di kaki Gunung Merapi, terletak Desa Sumber Asri yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Setiap senja, warga desa berkumpul di alun alun untuk melakukan ritual tumpengan sebuah tradisi yang sudah dilakukan turun temurun sebagai ungkapan syukur kepada alam yang telah memberikan kehidupan. Gunung Merapi, yang berdiri kokoh dan penuh misteri, selalu dihormati sebagai penjaga desa, tempat dimana kehidupan dan kematian bersanding dalam harmoni.
Pak Darno, tetua desa yang dihormati, selalu mengingatkan warga akan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam. "Gunung ini adalah ibu kita," katanya "la memberi kehidupan tapi jika kita lalai, ia bisa menunjukkan amarahnya "Nasihat ini tertanam kuat dalam hati setiap warga, membuat mereka hidup selaras dengan alam. Salah satu kearifan lokal yang dijaga adalah larangan keras untuk menebang pohon di hutan suci yang terletak di lereng gunung, karena hutan itu diyakini sebagai tempat bersemayamnya roh leluhur.
Namun suatu hari datanglah Ardi seorang pemuda kota yang ingin membangun resor mewah di tepi desa. Dengan penuh keyakinan, ia menawarkan pembangunan yang ia sebut sebagai kemajuan bagi desa. Meski demikian, Pak Darno dan warga desa menolak dengan tegas, menjaga keyakinan bahwa kemakmuran tidak bisa dibeli dengan uang, melainkan dengan menjaga harmoni yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Ardi, yang merasa yakin dengan modernitas, tetap melanjutkan rencananya meski tanpa restu warga.
Tak lama setelah pembangunan dimulai, alam memberikan peringatannya. Gemuruh terdengar dari Gunung Merapi, disusul oleh banjir lahar dingin yang menghancurkan proyek Ardi. Pemuda itu akhirnya menyadari bahwa kearifan lokal yang selama ini dianggapnya kuno ternyata memiliki kekuatan yang tak terduga. Dengan penuh penyesalan, Ardi meminta maaf dan memutuskan untuk belajar dari warga desa, memahami makna sejati dari warisan leluhur dan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam. Kini setiap senja ia ikut duduk bersama warga, merasakan kedamaian yang terpancar dari Gunung Merapi yang kembali tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H