Pertanian adalah mata pencaharian utama Suku Samin. Mereka mengelola sawah dan ladang dengan metode tradisional yang tidak merusak lingkungan. Jenis tanaman yang biasa mereka tanam meliputi: Padi yaitu Sumber pangan utama, terutama di lahan sawah dan Palawija Seperti jagung, kacang-kacangan, dan singkong, biasanya di lahan tegalan. Suku Samin menggunakan sistem tanam bergilir tanpa bergantung pada pupuk kimia atau pestisida modern. Mereka percaya bahwa menjaga keseimbangan alam akan menghasilkan hasil panen yang cukup.
Suku Samin sering tinggal di dekat kawasan hutan, seperti di Pegunungan Kendeng. Mereka memanfaatkan hasil hutan tanpa merusaknya, antara lain, Mengumpulkan kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga, Memanfaatkan daun, rotan, dan bambu untuk kerajinan tangan seperti tikar, anyaman, dan alat rumah tangga.
Beternak juga menjadi bagian dari mata pencaharian Suku Samin, meskipun tidak sebesar pertanian. Mereka biasanya memelihara hewan seperti, Ayam, Kambing, Sapi (kadang digunakan untuk membajak sawah) Hewan ternak ini digunakan untuk keperluan rumah tangga atau dijual untuk memenuhi kebutuhan tambahan.
Suku Samin juga terlibat dalam aktivitas perdagangan sederhana, menjual hasil bumi atau produk kerajinan tangan di pasar lokal. Namun, mereka melakukannya dengan sistem barter atau perdagangan kecil tanpa terlibat dalam sistem kapitalis yang besar.
Suku Samin memiliki pandangan hidup yang unik terhadap pekerjaan. Mereka bekerja secukupnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Filosofi mereka menekankan hidup sederhana tanpa serakah. Oleh karena itu, mereka cenderung tidak mengejar keuntungan berlebih, melainkan menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam.
Sistem Organisasi Sosial
Suku samin berasal dari Blora, Jawa Tengah. Suku ini memiliki system organisasi sosial yang unik dan khas yang terbentuk dari nilai-nilai egalitarian dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-menurun. Yang pertama adalah struktur kekerabatan, masyarakat samin memiliki system kekerabatan yang mirip dengan masyarakat jawa pada umumnya, namun terdapat beberapa perbedaan, mereka tida terlalu mengenal hubungan darah yang ketat dan lebih mengutamakan hubungan tetangga dan komunitas. Dalam interaksi sehari-hari mereka memanggil satu sama lain dengan sebutan "sedulur" yang berarti saudara.
Yang ke dua nilai-nilai kesetaraan, salah satu prinsip suku samin adalaah kesetaraan, mereka menolak hierarki sosial dan memperlakukan setiap individu dengan sama tanpa memandang larat belakang. Seperti saat mereka berkomunikasi menggunakan Bahasa jawa ngoko yang mencerminkan tida mengenal tingkatan dan sebagai penolakan terhadap statifikasi sosial. Yang ketiga praktik gotong-royong, system gotong-royong sendiri di masyarakat samin dikenal sebagai sambatan, kegiatan ini melibatkan semua anggota masyarakat yang saling membantu dalam berbagai aktivitas seperti membangun rumah atau panen tanpa mengharapkan imbalan, kegaiatan sambatan menunjukan solidaritas da kebersamaan yang tinggi.
Yang ke empat pernikahan dan tradisi budaya, pernikahan di masyarakat samin dianggap penting dan biasanya dilakukan secara sderana tanpa melibatkan Lembaga pemerintah atau agama resmi, tradisi ini mencerminkan kemandirian mereka dalam menjalani kehisupan sosial dan budaya. selain itu, mereka juga memiliki upacara tradisi yang berkaitan dengan siklus hidup, seperti nyadran (bersih desa) dan slamatan.
Sistem BahasaÂ
Suku samin menggunakan Bahasa Jawa Ngoko yaitu Bahasa Jawa yang sederhana dalam kesehariannya, maka dari itu suku samin sering disebut "orang Jawa lugu" atau "Jawa jawab", yaitu orang jawa yang berbicara dengan lugu. Hal ini disebabkan ajaran masyarakat Samin yang tidak pernah membeda-bedakan orang. Menurut masyarakat Samin semua orang memiliki kedudukan maupun tingkatan yang sama.