[caption id="attachment_157480" align="aligncenter" width="614" caption="Pemandangan lampion merah di malam hari"][/caption]
Tahun baru Imlek sudah berada di depan mata. Di China, di hampir semua ruas jalan, sudah dipenuhi oleh pernak-pernik nuansa Imlek—yang tahun ini jatuh pada tahun naga air itu.
Pernak-pernik Imlek bermacam-macam. Tetapi, yang paling sering kita jumpai hanya sebatas pada setiap rumah yang menempelkan dua gambar Men Shen dan menggantung Deng Long—lampu naga (lampion merah).
Tidak hanya Men Shen yang mempunyai legenda, Deng Long pun juga demikian.
Legenda tentang Deng Long ada beberapa versi. Ada versi yang mengaitkan dengan kebaikan hati Li Zicheng—seorang pemimpin pemberontakan petani semasa Dinasti Ming(1368 M-1644 M) yang menolong rakyat jelata saat China dilanda banjir besar; Ada juga versi lain yang akan saya tuliskan di sini.
Konon, dahulu, di bumi—di China lebih tepatnya—banyak berkeliaran binatang-binatang buas. Binatang-binatang buas ini, memangsa warga beserta binatang-binatang piaraan mereka.
Warga marah. Mereka bersatu untuk bersama-sama membasmi binatang-binatang buas itu. Tetapi tidak berhasil.
Dewa yang menyaksikan kekompakan warga untuk membasmi binatang-binatang buas itu merasa kagum. Kemudian mengirimkan pasukan burung-burung untuk turut membantu perjuangan warga. Binatang-binatang buas berhasil dibasmi. Warga aman. Burung-burung utusan kembali ke khayangan.
Akan tetapi, ada salah satu burung utusan yang tersesat. Tidak bisa pulang. Naasnya, burung ini kemudian tertembak oleh pemburu tak dikenal. Dewa yang mengetahui berita perihal tertembaknya burung utusannya, sangat murka. Dia kemudian memerintahkan bala tentaranya tepat pada malam ke-15 Imlek (malam Cap Go Meh) untuk membunuhi semua warga yang ada.
Dewa mempunyai seorang putri yang sangat baik.
Putri dewa yang mendengar kasak-kusuk tentang akan diserangnya warga oleh bala tentara ayahnya, nekat turun ke bumi untuk memberitahu warga akan hal penyerangan tersebut. Warga sangat ketakutan. Tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan nyawanya.
Di dalam suasana ketakutan itu, seorang tiba-tiba menemukan ide cemerlang—meminta semua warga sejak malam 14 sampai malam 16 Imlek untuk terus menyalakan semua lampion-lampion mereka. Dengan begitu, ketika bala tentara datang, mereka akan mengira rumah-rumah warga telah kebakaran. Tak ada yang terselamatkan.
Warga setuju akan usul itu. Mereka segera pergi untuk membuat lampion sebanyak-banyaknya.
Benar juga. Ketika bala tentara datang untuk melakukan penyerangan, mereka segera kembali pulang. Perkiraan mereka sama dengan yang diperkirakan warga—akan kembali pulang karena melihat rumah-rumah warga diselimuti warna kemerahan yang mereka kira kebakaran.
Warga menang. Suasana kembali aman.
Ya, menyalakan lampion merah saat Imlek—lebih-lebih saat hari raya Cap Go Meh—adalah untuk mempreringati kemenangan warga ini.
Legenda seputar Imlek bagian 1, bisa dibaca disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H