Pengertian efektivitas hukum Menurut Hans Kelsen, Jika Berbicara tentang efektifitas hukum, dibicarakan pula tentang Validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa norma norma hukum itu mengikat, bahwa orang harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum., bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar benar berbuat sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.Â
Soerjono Soekanto, dalam bukunya Sosiologi Hukum, mengemukakan bahwa efektivitas hukum sangat bergantung pada empat faktor utama: faktor pembentuk hukum (perundang-undangan yang jelas), faktor struktur hukum (institusi dan aparat penegak hukum), faktor budaya hukum (nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat), dan faktor sosial masyarakat (tingkat kesadaran hukum masyarakat).Â
Artinya, efektivitas hukum tidak hanya bergantung pada hukum itu sendiri, tetapi juga pada budaya dan kesadaran hukum masyarakat. Lawrence M. Friedman menambahkan bahwa efektivitas hukum bisa diukur dari tiga komponen penting: substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Menurut Friedman, hukum akan efektif jika substansi hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat, struktur hukum yang ada dapat mendukung penegakan hukum, dan ada budaya hukum yang mendalam dalam masyarakat yang menghargai dan mematuhi hukum. H.L.A. Hart dalam bukunya The Concept of Law lebih menekankan bahwa efektivitas hukum berkaitan dengan pengakuan dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan hukum.Â
Menurutnya, hukum hanya akan dianggap efektif jika masyarakat mengakui dan mematuhi aturan tersebut. Eugene Ehrlich, seorang sosiolog hukum, juga mengemukakan pandangan serupa, dengan menekankan bahwa hukum tidak hanya ada dalam teks undang-undang, tetapi juga harus diinternalisasi dalam praktik sosial masyarakat. John Austin berpendapat bahwa efektivitas hukum terletak pada penerapan aturan hukum yang konsisten dan adanya otoritas yang kuat untuk memberikan sanksi terhadap pelanggaran. Menurut Austin, hukum harus memiliki kekuatan untuk menegakkan aturannya dan memberikan sanksi yang dapat diterima oleh masyarakat.
Contoh kasus efektivitas hukum dalam masyarakat yaitu pada kasus Saiful Jamil yang dipidana akibat kelalaiannya dalam mengemudi kendaraan roda empat di jalan tol Cipularang, Jawa Barat yang mengakibatkan istrinya Virginia Anggraeni, korban dalam kecelakaan tersebut meninggal dunia. Dalam kasus ini, Saiful Jamil hanya divonis hukuman 5 tahun penjara dengan masa percobaan 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwakarta. Terdapat pula kasus kecelakaan di Tol Jagorawi dan menewaskan 2 orang. Dalam kasus ini Rasyid Amrullah Rajasa yang berusia 22 tahun, yang merupakan putra bungsu Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, sebagai pelaku/pengemudi mobil. Ternyata majelis hakim hanya menjatuhkan vonis 6 bulan masa percobaan kepada Rasyid Amrullah Rajasa. Anehnya majelis hakim hanya menerapkan pasal 14 a KUHP tentang Pidana Bersyarat yang bertujuan sebagai wujud pencegahan agar tidak melakukan hal yang sama. Namun kalangan masyarakat luas memiliki pendapat yang berbeda. Menurut mereka ada yang ganjil dalam kasus ini. Sebab, beberapa kasus serupa mendapatkan hukuman yang lebih berat. Tegasnya masyarakat menilai penerapan hukum terhadap Rasyid, telah mencederai nilai keadilan dan kepastian hukum dalam Negara Hukum Indonesia. Padahal seharusnya digunakan Pasal 310 ayat (4) kepada Rasyid, karena Rasyid sudah termasuk kategori dewasa (22 tahun) bukan lagi masuk kategori anak di bawah umur.
Efektivitas Hukum mencerminkan sejauh mana aturan hukum yang berlaku di masyarakat dapat diterapkan dan dipatuhi oleh individu. Hukum dianggap efektif jika tujuan yang diinginkan oleh hukum tersebut tercapai, yakni terwujudnya ketertiban dan keadilan sosial. Tingkat efektivitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pemahaman masyarakat terhadap hukum, ketegasan penegakan hukum, serta kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Kontrol Sosial Hukum adalah cara hukum mengatur perilaku masyarakat melalui norma-norma, sanksi, dan penegakan hukum. Tujuannya adalah untuk mencegah pelanggaran serta menjaga agar individu mengikuti aturan-aturan sosial yang ada.
 Kontrol sosial bisa formal (seperti aparat penegak hukum) maupun informal (seperti norma sosial atau tekanan dari lingkungan sosial). Hubungan Keduanya: Efektivitas hukum sangat bergantung pada seberapa baik kontrol sosial hukum diterapkan. Jika kontrol sosial berjalan dengan baik, misalnya penegakan hukum dilakukan dengan konsisten dan transparan, maka efektivitas hukum akan meningkat karena masyarakat merasa aturan tersebut adil dan relevan. Sebaliknya, jika kontrol sosial hukum lemah atau tidak merata, efektivitas hukum pun menurun karena masyarakat bisa saja tidak menghormati atau bahkan mengabaikan hukum.
Menurut pendapat kelompok kami, kami setuju bahwa statement yang diberikan oleh soerjono soekamto yakni suatu hukum akan terlaksana jika empat faktor utama benar-benar menjalankan kewajibannya dengan sangat jujur tanpa memandang kasta maupun hal lainnya, yang pada initinya harusnya mereka berpedoman teguh kepada undang-undang dan peraturan yang ada serta tidak semena-mena merubah peraturan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H