Mohon tunggu...
Mutiara Fhatrina
Mutiara Fhatrina Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berkarya, Bermanfaat

my personal blog www.mutiarafhatrina.com bookstagram @bibliomutiara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Balita Millenial yang Tak Pernah Lepas dari Gawai, Salah Siapa?

3 Mei 2019   12:47 Diperbarui: 3 Mei 2019   12:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi saat ini sudah sangat cepat, baru kemarin rasanya keluar tipe gawai A dan sekarang sudah muncul gawai terbaru dengan tipe B. Perubahan dan perkembangan teknologi dirasa sangat cepat. Apapun yang ada didunia ini, segala aktivitas yang biasanya dulu kita kerjakan secara manual, kini terasa lebih mudah dengan menggunakan perangkat eletronik. Sebagai contoh sebut aja kegiatan tulis menulis, dulu kemanapun kita berada akan membawa satu kotak pensil dan sebuah buku tulis, namun dengan kecanggihan teknologi cukup dengan membawa sebuah laptop, dan selesai! Semua catatan, buku, dan hingga hiburan bisa terangkum menjadi satu.

Teknologi juga berkembang dengan menghubungkan banyak orang. Masih teringat dalam ingatan saya, adanya wartel-wartel yang menjadi penghubung bisnis. Telepon memang sudah ada pada zaman tahun 90-an, namun penggunaannya terbatas, hanya untuk kantor atau rumah-rumah para pejabat dan orang kaya pada masa itu.

Bagaimana dengan sekarang? Memiliki telepon genggam tentu bukan lagi menjadi barang tersier, malah tingkat kebutuhannya menjadi primer mengalahkan kebutuhan untuk makan. Melalui telepon genggam, kita bisa berkomunikasi dengan cepat dan mudah menggunakan beragam aplikasi yang ada. Kegiatan usaha pun bisa berkembang dengan cepat. Ini menjadikan semua orang berlomba-lomba untuk tidak pernah terlepas menggenggam ponsel.

Perkembangan teknologi tidak hanya merambah pada dunia kerja, namun juga permasalahan kerumahtanggaan. Siapa yang mengira jika dulu ibu kita memiliki banyak koleki buku resep hingga bertumpuk-tumpuk, kini kalah hanya dengan sebuah layar sentuh canggih bernama tablet. Segala jenis rangkuman resep masakan dari berbagai penjuru dunia menjadi satu dan bisa diakses dengan sekali sentuh. Tentu ini kabar yang menyenangkan bagi ibu rumah tangga, asyiknya menjadi ibu rumah tangga zaman sekarang.

Tidak cukup puas berkembang untuk keperluan bisnis saja, teknologi pun memudahkan banyak orang untuk dapat saling berbagi cerita, keluh kesah, update terbaru tentang kehidupan masing-masing. Sosial media menjadi jembatan itu semua, mengenalkan satu orang ke orang lainnya dengan mudah. Semua bisa membaca cerita orang lain meskipun jara memisahkan. Terkadang terselip beragam cerita konyol dan lucu, tentu saja ini yang membuat kita betah untuk berlama-lama berselancar didunia maya.

Berbelanja juga menjadi satu kegiatan yang sangat menyenangan di era digitalisasi ini. Kegiatan ini dari dulu memang sudah menjadi kegiatan yang digemari oleh wanita dan pria, sekarang malah semakin menjadi-jadi. Tak perlu repot keluar rumah, berbelanja melalui gawai sangat asyik. Kita tinggal klik dan klik saja, tak lama kemudian terdengar suara orang didepan rumah, "Pakeeeettttt". Betulkan?

Semua yang dijabarkan diatas adalah fenomena dari kemudahan yang bisa dirasakan dari adanya perkembangan teknologi. Ya, semua aktivitas kini bisa tergantikan dengan sebuah sabak online. Konon termasuk diantaranya mengasuh anak. Tentu saja yang saya maksudkan bukan mengasuh secara keseluruhan ya, namun ada beberapa hal yang dulu menjadi prioritas dan kewajiban orang tua, sekarang tergantikan oleh gawai. Pada zaman dulu, setiap orang tua akan memberikan sebagian waktunya untuk bermain bersama anak.

Para orang tua dengan sigap mengayun-ayunkan boneka beruang disaat si kecilnya mulai menangis, atau paling tidak bertepuk tangan dan berdendang kecil demi menghibur anak. Lalu bagaimana di era millennial ini? Dengan sederet kemudahan dan banyaknya akivitas yang dikerjakan oleh para orang tua dengan gawainya, aktivitas mengasuh anak pun sedikit tergantikan dengan adanya gawai.

Jika dahulunya ketika anak menangis orang tua sibuk menenangkan dengan berbagai macam mainan, maka saat ini orang tua sibuk memilihkan tayangan kartun yang lucu dan menghibur anak. Tentu saja ini sebagai salah satu "sogokan" bagi anak agar diam dan para orang tua pun bisa kembali beraktivitas.

Lambat laun itu pun menjadi kebiasaan bagi orang tua ketika menghadapi anak yang mulai bertingkah. Senjata andalan pun dikeluarkan agar anak dapat kembali tenang. Tayangannya yang lucu, penuh dengan warna dan suara tentu saja menarik perhatian anak, terutama masa anak balita yang mana banyak tingkahnya dan haus akan perhatian. Sedikit saja menangis, orang tua lalu memberikan ponsel sebagai teman bagi mereka. Lama kelamaan ini menjadi senjata anak untuk bisa melihat tayangan hiburan di ponsel lebih lama.

Balita Bermain dengan Gawai. Sumber: www.haibunda.com
Balita Bermain dengan Gawai. Sumber: www.haibunda.com

Balita kecanduan gawai, berikut adalah satu dari sekian banyak topik yang ramai dibincangkan oleh para orang tua, guru, dan pemerhati anak. Bahkan salah satu infografis dari majalah parenting pernah menyebutkan bahwa memberi anak gawai sama saja dengan memberikan mereka heroin, membuat kecanduan yang begitu berat. Semua dari gawai adalah hal yang buruk dalam anggapan mereka. Banyak praktisi pendidikan yang kemudian memberikan banyak materi pada kelas-kelas parenting tentang bahaya gawai bagi anak.

Pernah saya mendengar komentar dari seorang bapak yang bebicara tentang anaknya,"Zaman sekarang mbak, arek cilik (anak kecil-red) sudah bisa main hp (ponsel) sendiri."  Padahal dalam kenyataan, pasti awalnya juga orang tua yang mengenalkan gawai ini kepada anak. Namun saat itu saya hanya bisa diam dan tersenyum, jika dibuat diskusi maka ini akan menjadi diskusi yang panjang.

Memang jika diperhatikan, balita yang sudah kecanduan untuk memegang ponsel akan susah berpisah. Bahkan ketika baterai ponsel itu habis, si anak akan menangis. Belum lagi jika terjadi perebutan antara orang tua dan anak. Satu-satunya hal yang mungkin terjadi adalah emosi anak sulit terkendali dan menjadi tantrum. Selain itu, tidak segan para orang tua terkadang sedikit mencaci anak mereka, "Duh anak kok lihat handphone aja kerjaannya." Atau "Duh dek, kamu itu sudah kebiasaan main hp, nanti matanya lepas loh." Dulu siapa yang mengenalkan anak dengan gawai?

Sebagai orang yang menempuh kuliah di fakultas pendidikan, saya pun menjadi bertanya-tanya,"Apa benar jika gawai tidak memiliki manfaat yang baik buat anak?" Tentu saja kita sesuaikan konteksnya dengan kemajuan teknologi di masa depan. Di masa saat ini, kita sudah menghadapi digitalisasi dalam berbagai bentuk yang kompleks, belum lagi dengan soft skill dan hard skill yang begitu banyak harus dikuasai oleh anak agar bisa bersaing dengan dunia global. Hampir semua sudah dikuasai dengan teknologi, dan menuntut kecakapan, bagaimana dengan masa anak-anak kelak?

Hampir semua artikel di berbagai platform menyebutkan kekurangan dari penggunaan gawai. Namun, belum banyak artikel yang menyebutkan apakah ada manfaat mengenalkan gawai pada anak sejak usia dini. Tentu saja dalam batas-batas tertentu yang sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Ini menjadi tantangan tersendiri, semoga suatu saat bisa hadir berbagai artikel yang membahas akan manfaat gawai pada perkembangan skill anak. Paling tidak sebagai bahan perbandingan agar para orang tua juga mengetahu bahwa ada manfaat bila anak dikenalkan pada gawai. Serta bagaimana cara mengenalkan gawai yang baik bagi anak. Toh, perkembangan teknologi tidak bisa dihindari. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun