Mohon tunggu...
Mutiara Dwi Astuti
Mutiara Dwi Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya seorang yang suka menulis selain itu saya juga suka berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Takdir Cinta yang Melintasi Agama

19 Mei 2024   19:20 Diperbarui: 19 Mei 2024   19:56 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan/ pernikahan diartikan berdasarkan kata dasarnya menjadi melangsungkan pembentukan keluarga dengan lawan jenis. Pengertian tersebut tidak menjadi masalah ketika tidak menyentuh landasan idealisme, ketika seseorang atas dasar kepercayaannya tidak menjadikan suatu perkawinan itu dibolehkan atas dasar agama.

Pernikahan beda agama adalah topik yang memiliki implikasi penting dalam Islam, dan Surah Al-Baqarah ayat 221 memberikan panduan yang jelas tentang hal ini. Pendahuluan yang mendalam tentang pernikahan beda agama menurut Al-Quran menyoroti prinsip-prinsip yang mendasarinya. Al-Quran menekankan pentingnya kesesuaian agama dalam hubungan pernikahan sebagai fondasi untuk keharmonisan rumah tangga. S

urah Al-Baqarah ayat 221 menegaskan larangan menikahkan seorang Muslim dengan seorang musyrik, kecuali jika musyrik tersebut memeluk agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa kesetiaan terhadap agama adalah aspek penting dalam membangun hubungan yang stabil dan bahagia dalam Islam. Dengan memahami dan menghormati ajaran Al-Quran, individu dapat membentuk ikatan pernikahan yang kokoh dan berlandaskan nilai-nilai spiritual yang kuat, yang merupakan kunci keberhasilan dalam pernikahan beda agama menurut perspektif Islam.

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman."

Pada ayat ini Allah memberi tuntunan dalam memilih pasangan. Dan janganlah kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi atau menjalin ikatan perkawinan dengan perempuan musyrik penyembah berhala sebelum mereka benar-benar beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman yang berstatus sosial rendah menurut pandangan masyarakat lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu karena kecantikan, nasab, kekayaannya, atau semisalnya. Dan janganlah kamu, wahai para wali, nikahkan orang laki-laki musyrik penyembah berhala dengan perempuan yang beriman kepada Allah dan Rasulullah sebelum mereka beriman dengan sebenar-benarnya. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu, karena kegagahan, kedudukan, atau kekayaannya. Ketahuilah, mereka akan selalu berusaha mengajak ke dalam kemusyrikan yang menjerumuskanmu ke neraka, sedangkan Allah mengajak dengan memberikan bimbingan dan tuntunan menuju jalan ke surga. 

Firman Allah dalam al-Quran surah al-Nisa ayat 25:

"Dan barang siapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina, dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan- perempuan merdeka (yang tidak bersuami). (Kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (QS. An-Nisa: 25).

Majelis Ulama Indonesia 14 dalam Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005, berdasarkan diantaranya ayat-ayat al-Quran di atas dan juga hadits-hadits yang telah disebutkan, serta menggunakan kaidah fiqh "" " )mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik kemaslahatan), dan kaidah Sadd adz-Dzari'ah memutuskan dan menetapkan Fatwa tentang Perkawinan Beda Agama sebagai berikut:

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.

2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab, menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah.

Pernikahan dalam Islam merupakan pembentukan keluarga dengan lawan jenis yang didasarkan pada kesetiaan terhadap agama. Surah Al-Baqarah ayat 221 dan Surah An-Nisa ayat 25 memberikan pedoman yang jelas tentang pentingnya kesesuaian agama dalam hubungan pernikahan. Larangan menikahkan seorang Muslim dengan seorang musyrik, kecuali jika musyrik tersebut memeluk Islam, menunjukkan betapa pentingnya fondasi agama dalam membangun hubungan yang stabil dan bahagia dalam Islam. Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia, perkawinan beda agama termasuk antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab adalah haram dan tidak sah. Dengan demikian, artikel tersebut menggarisbawahi bahwa kesesuaian agama adalah kunci keberhasilan dalam pernikahan menurut ajaran Islam, sambil menegaskan larangan terhadap perkawinan beda agama.

Dosen Pengampu

Dr. H. Hamidullah Mahmud, L.c, M.A

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun