Pada suatu hari, saya dan teman sekelas saya mendapatkan tugas dari guru PPKN untuk membuat eco-enzyme. Saat itu pertama kalinya saya mendengar kata eco-enzyme.Â
Saya pun seketika bingung dengan kata itu karena sangat asing di telinga saya. Dan sebenarnya tugas ini tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran PPKN.Â
Tetapi, ketika guru saya menerangkan bahwa walaupun ini tidak ada sangkut pautnya, kegiatan ini sangat membantu bumi untuk mengurangi sampah rumah tangga.
Sebenarnya apa itu eco-enzyme? Eco-enzyme adalah hasil dari fermentasi sampah rumah tangga organik seperti sisa buah dan sayuran, gula (gula merah atau gula tebu), dan air. Agar aroma yang dihasilkan dari fermentasi ini tidak berbau busuk, maka disarankan untuk menggunakan sampah organik sisa buah buahan. Warna ideal yang akan dihasilkan dari eco-enzyme ini adalah coklat gelap.
Eco-enzyme ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand, yang melakukan penelitian sejak tahun 1980-an kemudian diperkenalkan secara lebih luas oleh Dr. Joean Oon, seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia.
Membuat eco-enzyme ini bisa dikatakan cukup mudah. Kita harus mengetahui terlebih dahulu perbandingan jumlah bahan yang dibutuhkan, yakni 3:1:10. 3 itu untuk jumlah sampah organik, 1 untuk jumlah gula, dan 10 untuk jumlah air.
Untuk contoh, alat dan bahan yang diperlukan untuk membuat eco-enzyme meliputi :
- 300 gram sisa kulit buah buahan
- 100 gram gula merah
- 1000 gram / 1 liter air
- Botol plastik bekas berukuran 1,5 literÂ
Dikutip dari website zerowaste.id, cara pembuatan eco-enzyme adalah sebagai berikut :
1. Masukkan sampah organik kedalam botol plastik, agar memudahkan bisa terlebih dahulu di cacah atau di blender.
2. Campurkan juga irisan gula merah dan air kedalam botol.
3. Simpan botol tersebut di tempat yang kering dan sejuk dengan suhu di dalam rumah.
