Tuhan sudah menjebloskan negeri ini di ruang berpilar baja
Pakaian lusuh,
Sengat keringat pun mematikan lalat
Coreng-moreng hati dan pikirannya
Benar-benar sudah tak nampak layak negeri bergelimang harta
*
Tapi, Tuhan
Selusuh-lusuhnya negeri ini,
Secemong-cemongnya isi hati negeri ini,
Ia tetap yang menimangku hingga saat ini
*
Maka, bukan demi balas budi tapi wujud peduli
Ku mohon jangan Kau bawa negeriku ke ruang eksekusi mati
Aku sadar, Tuhan
Dia memang busuk tak terkira
Jujur saja aku juga tak kuat mencium aromanya
Moral harum itu sudah tidak pernah lagi tercium gelagatnya
Luntur, saat kultur molek membunuh kultur luhur
Aku juga tahu betul, Tuhan
Kotor nian negeriku dari sudut dalam hingga luarnya
Tikus itu bukannya berkurang ketika dibasmi
Tapi justru merambah, nggilani
Aku bahkan selalu melek, Tuhan
Saat ku dapati tunas bangsa yang selama ini dijunjung diberi hati
Justru mereka terlihat seperti tunas dari anak bangsa berupa setan raksasa
Ngeri, akan seperti apa rupa negeriku saat nyawaku tak berdenyut lagi
*
Sungguh, Tuhan aku berjuta paham tentang negeri ini
Tapi ku mohon secuil iba-Mu
Tolong jangan jebloskan ia di tombak eksekusi mati
Sebintang memang yang telah menjelma iblis
Tapi masih ada segelintir orang yang tertatih demi ampun, menangis
*
Negeriku di balik jeruji
Saat jutaan syair ku terbangkan pada Ilahi,
Ia justru berlagak sinting, sibuk tertawa sendiri
***
Keyongan Kidul, 16 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H