Era digital membawa perubahan besar dalam cara manusia berkomunikasi. Media sosial telah menjadi ruang interaksi sosial yang luas, dinamis, dan sering kali tidak memiliki batasan formal sebagaimana interaksi tatap muka. Fenomena ini menimbulkan tantangan baru, khususnya dalam menjaga kesantunan berbahasa di kalangan masyarakat, termasuk di lingkungan akademik.
Universitas Andalas, sebagai institusi pendidikan tinggi, menjadi salah satu lingkungan di mana interaksi sosial terjadi tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola kesantunan berbahasa dalam interaksi sosial mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan Universitas Andalas di media sosial. Temuan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menciptakan komunikasi yang lebih sehat dan kondusif, baik di dunia nyata maupun digital.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Subjek penelitian meliputi mahasiswa dan masyarakat di sekitar kampus Universitas Andalas  yang aktif menggunakan media sosial. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dan analisis konten percakapan di platform seperti WhatsApp, Instagram, dan Twitter. Data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui proses klasifikasi, interpretasi, dan penyajian hasil temuan. Survei kuantitatif juga digunakan dalam penelitian kali ini melalui kuisioner yang ditujukan pada mahasiswa Universitas Andalas sebagai salah satu subjek utama penelitian yang dilakukan
Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara, interaksi tatap muka di Universitas Andalas dinilai lebih kondusif dibandingkan komunikasi di media sosial. Seorang mahasiswa menyatakan:
"Kalau bertemu langsung, biasanya kita lebih sadar untuk menggunakan bahasa yang sopan. Tapi di media sosial, sering kali kita merasa lebih bebas berbicara, kadang sampai tidak sadar bahasanya bisa menyinggung."
Hubungan hierarki, seperti antara mahasiswa dan dosen, juga memengaruhi gaya bahasa. Dalam komunikasi langsung, mahasiswa lebih berhati-hati dalam berbicara, sedangkan di media sosial, rasa hormat ini terkadang berkurang, terutama dalam diskusi informal.
Platform media sosial memengaruhi cara berkomunikasi. WhatsApp cenderung digunakan untuk komunikasi yang lebih formal, terutama dalam grup akademik, sementara Instagram dan Twitter sering kali menjadi ruang diskusi yang lebih santai atau bahkan debat terbuka. Dalam situasi tertentu, anonimitas di media sosial juga mendorong munculnya perilaku tidak santun.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesantunan Berbahasa
- Latar Belakang Budaya dan Pendidikan: Budaya Minangkabau yang menekankan penghormatan memberikan pengaruh positif terhadap pola kesantunan, tetapi pengaruh ini sering kali melemah di dunia digital.
- Situasi Komunikasi: Komunikasi formal, seperti diskusi akademik, cenderung lebih sopan dibandingkan diskusi non-formal di media sosial.
- Anonimitas: Faktor ini sering kali memicu perilaku yang tidak santun, karena pengguna merasa tidak terikat pada norma sosial.
Tantangan utama adalah meningkatnya penggunaan kata-kata kasar dalam diskusi di media sosial, yang sering kali dipicu oleh perbedaan pendapat. Salah satu masyarakat yang kami wawancarai menyatakan:
 "Mahasiswa perlu diarahkan agar mereka paham bagaimana menggunakan bahasa yang baik di media sosial, terutama ketika berbicara dengan orang lain dalam lingkungan akademik."
Berdasarkan wawancara, diperlukan langkah-langkah edukasi untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya kesantunan berbahasa di media sosial. Beberapa rekomendasi yang diusulkan meliputi: