Mohon tunggu...
Mutiara HasanaPutri
Mutiara HasanaPutri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

International relations of Sriwijaya University

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penantian Perjuangan

1 Maret 2021   11:42 Diperbarui: 1 Maret 2021   11:59 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Cipt :MHP&SIYAH GULLER

Kamu tahu?
Kamu begitu jahat
Pada hatiku
Mengombang, ambingkan
Perasaan takut kehilangan
Dengan ancaman, akan meninggalkan
Lelah!
Sungguh!
Aku ingin berhenti
Tapi hati tak mau menuruti
Aku benci!
Sungguh, sangat benci
Ketika aku berharap kamu peduli
Tapi hanya sakit hati, yang kau beri
Berhenti
Tolong berhenti
Tolong, kasihani mental ini
Jangan sampai kau buat gila, hingga aku memilih untuk bunuh diri dan mati
Tolong, untuk kali ini
Jangan peduli
Sakit, benar-benar sakit
Hingga, kupikir hanya mati
Untuk bisa kulepas sakit ini
Kamu yang menumbuhkan rasa nyaman dan kamu juga yang mematahkan rasa itu
Aku ingin lepas namun kamu tak ingin melepaskan Aku benci situasi ini dimana aku harus pura-pura berharap
Sedangkan hati dan logikan menyuruh menyerah
Aku ingin lepas namun merasa ada beban jika ingin terlepas
Aku ingin teriak
Melolong bak serigala yang terluka
Dengan jiwa batin yang mulai lelah
Menghadapi sikap acuh yang kau perlihatkan Ingin rasanya aku menangis pada malam purnama
Mengadu pada sang luna
Mengenai betapa jahatnya manusia yang sedang bersenang di bawah rembulan miliknya
Menangis mengadu
Berharap ada mantra sang pengutuk
Memberikan dia kesadaran
Bahwa disini, dia sedang merubah hati, menjadi batu
Hati yang sedang kamu perjuangan itu keras pada dasarnya batu memang keras Terombang-ambing perasaan nan bergejolak untuk meredam rasa yang pernah tercipta Lantunan kalimat meski tak berarti sangat dijunjung tinggi dalam level mencintai Antara matahari dan bintang yang tak pernah bersama diatas langit
Dibawah gelap malam antara berhenti atau berjuang
Ketika berhenti munafik rasanya kalau aku tidak menginginkan kehadiran hari-hari mu mengisi ruang yang tak bertuan
Ketika berjuang ada segelintir rasa sakit yang dirasakan
Sekarang aku pasrah akan penentuan takdir
Bagaimana kelanjutan dari perjalanan kehidupan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun