Mohon tunggu...
Mutiara Indah Safitri
Mutiara Indah Safitri Mohon Tunggu... Lainnya - Mutiara

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lunturnya Kearifan Lokal dalam Sektor Pendidikan

21 Agustus 2024   20:30 Diperbarui: 21 Agustus 2024   22:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui, budaya modern saat ini sedang marak-maraknya masuk ke dalam negeri kita tercinta, Indonesia. Ini semua dikarenakan adanya globalisasi. Gerakan mendunia yang berdampak negatif, menyebabkan punahnya kearifan lokal Indonesia. Maksud punah di sini adalah eksistensi dari basis kearifan lokal dalam pendidikan perlahan memudar, lenyap, dan menjadi jarang ditemui lagi seperti sediakala.

Sebelumnya, arus modernisasi adalah proses pergeseran sikap/perilaku/kebiasaan masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Arus modernisasi ini sangat berdampak pada eksistensi pendidikan berbasis kearifan lokal dan menjadi permasalahan nyata di Indonesia.

Basis kearifan lokal dalam pendidikan misalnya, pembiasaan memakai pakaian adat atau batik pada hari-hari tertentu, adanya tarian dan permainan alat musik tradisional, wayang kulit, maupun pemanfaatan budaya daerah dalam pembelajaran seni budaya, pembudayaan literasi, juga masih banyak hal lainnya yang merupakan budaya lokal dari Indonesia.

Bangsa Indonesia memiliki identitas, jati diri bangsa. Kearifan lokal mencerminkan simbol jati diri bangsa. Melestarikan budaya dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah. Jika dalam pendidikan, eksistensi basis kearifan lokal mulai memudar, maka sangatlah miris.

Pendidikan adalah salah satu kunci dan faktor utama dalam pelestarian kearifan lokal. Sementara akhir-akhir ini, beberapa sekolah banyak menerapkan modernisasi dalam hal pengajaran dan kegiatan di sekolah. Misalnya, seringkali tidak ada lagi pembelajaran alat musik tradisional, tari tradisional, dan lagu-lagu tradisional pada mata pelajaran kesenian. Tidak hanya itu, eksistensi bahasa daerah pun mulai terbelakang daripada bahasa Inggris yang merupakan budaya luar.

Saat ini, banyak sekali pelajar yang tidak mengetahui dan mengenali peninggalan kearifan lokalnya sendiri. Bahkan, hanya sekadar nama pun saja, terkadang mereka tidak tahu. Rasanya peninggalan-peninggalan kearifan lokal itu asing dan sudah tenggelam oleh waktu.

Kedua, pembudayaan literasi dengan baik sebelum pembelajaran di sekolah sudah jarang diterapkan. Apabila diterapkan, terkadang metodenya menjadi kurang efektif. Misalnya, ketika dilakukan adanya literasi dengan menggunakan handphone, lalu ditugaskan untuk membuat rangkuman terkait topik yang mereka baca. Tidak sedikit pelajar yang sengaja tidak membaca karena mengandalkan AI untuk membuat rangkuman.

Begitulah modernisasi. Adanya handphone dan AI memang sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Namun, tak dapat dipungkiri jika itu juga dapat menjadi bencana dalam dunia pendidikan jika tidak segera ditangani dengan baik. Seharusnya, tetap adakan literasi membaca langsung dari buku atau lembaran daripada memanfaatkan teknologi, tetapi tidak memperoleh hasil yang maksimal.

Jadi, eksistensi pendidikan berbasis kearifan lokal di tengah arus modernisasi di sektor pendidikan saat ini perlahan mulai memudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun