Saya percaya dan yakin makhluk gaib yang tak terlihat mata telanjang itu ada. Â Sebagian orang ada yang bisa melihat makhluk-makhluk tersebut. Akan tetapi saya bukan salah satunya. Meskipun tidak melihat saya tetap percaya makhluk itu ada.Â
Topik pilihan Kompasiana kali ini tentang pengalaman mistis, hal ini mengingat saya pada kejadian beberapa tahun silam.
Ketika itu saya masih SMA kelas satu dan tempat tinggal saya merupakan perkampungan yang jauh dari kota. Bahkan untuk mencapai sekolah saya harus berjalan kaki hingga 20 km. Kemudian naik bus sekali ke terminal kemudian dilanjutkan naik bus kedua sampai pangkalan angkot. Setelah itu naik angkot hingga ke depan sekolahan. Jika dihitung perjalanan sekitar 45 menit, tidak termasuk jalan kaki.
Supaya tidak terlambat sampai sekolahan, biasanya saya berangkat ba'da Shubuh dari rumah. Seperti waktu kejadian aneh yang saya alami.
Waktu itu saya sudah berjalan sekitar lima menit dari rumah. Tepat berada di jalan yang terletak di tengah-tengah kebun yang merupakan perbatasan kampung. Waktu itu jalanan itu masih sepi, bekum ada rumah. Hanya terdiri dari kebun pisang, rumpun bambu dan kebun kopi coklat yang mayoritas milik Pak Haji, orang terkaya di kampung.Â
Tepat di depan pabrik penggilingan padi, yang terletak di sisi kanan jalan. Saya berhenti saat tiba-tiba melintas bola api sebesar buah kelapa. Bola api berwarna merah kekuningan layaknya apu terbang melayang setinggi pohon kelapa ke arah desa Cilanthung, yang terletak di belakang bukit.
Waktu itu tak ada perasaan janggal sedikit pun. Walaupun ada rasa sedikit takut tetapi rasa penasaran lebih besar. "Apa itu yang ane lihat?" Pertanyaan itu saya simpan di hati.Â
Seperti biasa, saya terlebih dahulu nyamper teman saya yang satu sekolah untuk berangkat bersama. Sambil menunggu teman saya siya, kejadian itu saya ceritakan kepada ibu dan teman saya.
"Kalau bukan siluman, itu teluh yang dikirim orang," kata ibu temen saya waktu itu.
Jujur, waktu itu saya masih setengah percaya jika yang dilihat tadi adalah makhluk gaib atau semacamnya. Karena waktu itu saya tidak merasa merinding.Â
"Katanya kalau ada makhluk gaib kita merinding?" pikir saya waktu itu.