Kinan masih lelap tertidur. Meski tepukan bertubi-tubi di pipi serta kaki kecilnya ditarik. Tubuhnya telah menjuntai setengah ke bawah hingga menyentuh lantai. Tangannya reflek menggapai-gapai saat hidungnya dipencet tangan besar ibunya demi membuat remaja tanggung itu terbangun.Â
"Maaak!" teriak Kinan dengan mata tertutup.Â
"Borokokok! Bangun, sahur! Keburu imsyak."
"Ini udah bangun, Mak," jawab Kinan sambil bangkit dengan menjinjing selimut yang ikut terjatuh ke lantai. Kemudian gadis itu kembali membanting tubuhnya ke atas kasur membuat sang Ibu naik pitam.Â
"Astagfirullah, Kinannn!" Dengan sekuat tenaga ibu menarik telinga Kinan, tak peduli gadis itu menjerit-jerit kesakitan.Â
Setelah berhasil bangun. Kinan melangkah sempoyongan ke kamar mandi.Â
"Kakaaak!" teriak Kinan, saat titik-titik air mendarat di wajahnya. Sang Kakak hanya terkekeh melihat adiknya yang meradang. Ia berjalan cepat ke meja makan meninggalkan Kinan yang terus mengomel hingga tubuhnya masuk ke kamar mandi.Â
"Cuci muka, gosok gigi, Kinan! Jangan tidur di kamar mandi." Lagi-lagi suara ibu Kinan terdengar dari arah ruang makan.Â
Setelah selesai dengan aktifitasnya, Kinan bergegas ke ruang makan mendapati keluarganya yang telah menunggu.Â
Semua anggota keluarga Pak Barata telah berkumpul. Tiga kakak lelaki Kinan, ibu serta ayahnya telah duduk di kursinya masing-masing sambil menikmati makanan mereka.Â
Masih dengan menggerutu Kinan duduk dan mengambil piring berisi nasi yang disodorkan ibunya.Â