Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Money

Nasib Pedagang Takjil di Tengah Pandemi

6 Mei 2020   02:10 Diperbarui: 6 Mei 2020   02:11 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas Asyar biasanya depan ruko komplek utama perumahan sudah ramai saat bulan Ramadhan. Antar penjual dan pembeli tumpah ruah di tempat yang sama. Banyak pedagang musiman yang hanya berjualan saat Ramadhan.

Biasanya keramaian akan berlangsung selama dua minggu pertama. Di minggu ketiga para pedagang musiman ini sudah mulai tumbang satu persatu seiring menurunnya permintaan. Hal ini karena beberapa faktor, konsumen mulai bosan dengan menu takjilan, pembeli dan penjual yang mulai mudik.

Namun Ramadhan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Para pedang hampir tersebar di setiap pinggir-pinggir jalanan perumahan. Sehingga tidak banyak kerumunan yang terjadi, ini bagus mengingat kita harus tetap menjaga jarak.

Namun banyaknya pedagang yang bermunculan ternyata tidak dibarengi dengan permintaan pasar. Jika biasanya Mang Udin pedagang kue basah di komplek saya ini bisa mendapat omzet sekitar sembilan ratus ribu hanya dalam waktu tiga jam berjualan, kini pendapatannya menurun drastis. Hanya sekitar tiga ratus ribuan. Sedangkan keuntungan yang ia peroleh sekitar 20% dari omzet, karena memang semua dagangannya hanyalah titipan orang.

"Mungkin banyak yang memilih beli lewat wa?" kataku. Mengingat bukan hanya pedagang real di lapangan, karena jual beli di WAG juga telah ramai sejak dua tahun terakhir.

"Sama saja Mbak, di WA juga, sepi. Makanya nih, saya bela-belain do malem. Yang penting kebuang lah ini barang," samber tukang donat yang kebetulan sedang mengambil barang dagangannya di Mang Udin.

Menurut pengakuan Mang Udin penurunan ini terjadi sejak bulan Februari, dan puncaknya saat bulan Ramadhan ini.

Lesunya bisnis takjilan bukan karena banyaknya pedagang musiman yang bermunculan. Memang daya beli masyarakat berkurang seiring menurunnya pendapatan. Hal ini juga dirasakan oleh para pedagang lain. Seperti pedagang ayam, baju, aksesoris dll. Padahal menjelang lebaran biasanya kenaikan permintaan signifikan. Akan tetapi Ramadhan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Saat suami saya mendata warga yang terkena imbas dari covid-19 untuk penyaluran zakat fitrah dari Masjid Komplek. Ternyata memang banyak para karyawan pabrik di komplek sini. Rata-rata mereka telah di rumahkan sejak bulan Maret kemarin.

Dirumahkan tanpa digaji, itu yang banyak terjadi, karena mereka bukan karyawan tetap. Sementara yang sudah karyawan tetap sampai saat ini masih bekerja meski tanpa lemburan.

Kelesuan bisnis takjil ini mungkin tidak terjadi pada daerah yang tidak memberlakukan sistem PSBB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun