Mohon tunggu...
Mutia Senja
Mutia Senja Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Salah satu hobinya: menulis sesuka hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasar Klewer, Tetap Eksis dengan Batik Solo

30 April 2014   11:44 Diperbarui: 19 Maret 2019   06:10 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini telah di lombakan di HMJM UNS tanggal, 21 Januari 2014

Modernisasi merupakan transformasi zaman tradisional kearah yang lebih modern. Dengan adanya era modern, mendorong manusia agar lebih kreatif, inovatif dan berwawasan luas. Sehingga dapat membawa pegaruh positif terhadap kemajuan bangsa. Sementara itu, Kota Surakarta menjelma diri menjadi kota modern. Keikutsertaan membuntuti kemajuan zaman membawa perubahan terhadap perkembangan Kota Surakarta. Dengan memanfaatkan kacanggihan teknologi dan mengolah sebaik-baiknya sumber daya yang tersedia.

 Upaya Kota Surakarta mengikuti laju modernisasi memang membuahkan hasil. Kota ini mampu menduduki peringkat kesepuluh terbesar di Indonesia. Bahkan, Solo tetap mencintai tradisi budaya dan selalu menjaga sifat ramah dan sopan santunnya.

 Sementara itu, Pasar Klewer sebagai saksi sejarah perkembangan Kota Solo ikut berperan terhadap eksistensi kota ini. Dibuktikan dengan Batik Solo yang mendominasi pasar ini. Bahkan Pasar Klewer menjadi populer dengan sebutan pasar batik terbesar dikawasan Indonesia. Di sini barulah terjadi keseimbangan antara modernisasi dan budaya yang ada. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai tradisi. Oleh karena itu, apa arti Kota Solo tanpa adanya Pasar Klewer?

 Menelaah lebih detail mengenai Pasar Klewer, pasar ini merupakan pasar batik yang identik dengan pasar tradisional. Dengan tumbuhnya modernisasi sempat membuat pasar tradisional tersisih dengan keberadaan supermarket. Sehingga keadaan inilah yang menyebabkan kegelisahan dikalangan pedagang tradisional.

Keberadaan pasar modern merupakan goncangan sementara terhadap pasar tradisional. Mengapa demikian? Bayangkan saja dengan produk kecantikan baru yang mahal dengan menawarkan hasil yang baik dari pemakaiannya. Sebagai contoh, kosmetik ini akan berpotensi memutihkan kulit. Sehingga orang-orang berdesakan untuk membeli produk ini. Namun dengan harga yang mahal tak sedikit orang berhenti berlangganan walaupun hasilnya memang nyata membuat kulit putih.

 Sebagai hasil karya tangan manusia batik menjadi salah satu barang yang tak sepantasnya ditawar. Ungkap Hatta Rajasa (Dalam Abdul Hakim MS, dkk, 2012), Menko Perekonomian yang lahir pada 1953 di Palembang mengatakan. “Jangan pernah menawar harga batik! Anda membeli batik itu tidak sekadar mengganti biaya kain, bahan-bahan pewarna, malam dan cantingnya. Tetapi harus dihargai pula desainnya, konsentrasi membuat karya seninya, tenaga kerjanya, energi membuatnya, semangat dan ketekunannya. Itulah harga psikologis, harga emosional, harga yang tidak bisa ditawar,” demikian ucap Hatta Rajasa pada sebuah kesempatan.

 Selain itu, beliau juga mengaku memiliki seluruh motif batik tradisional. “Hampir semua motif batik tradisional dari berbagai daerah, ada di lemari saya. Gaya Solo yang dominan dengan warna sejuk, gelap dan coklat tua itu paling sering saya kenakan,” ujarnya.

 Perjalanan hidup Nelson Mandela juga membuktikan kecintaannya terhadap batik Indonesia. Almarhum mantan Presiden Afrika Selatan ini telah lama melawan penyakit paru-paru yang diidapnya. Di tengah kegalauan akan penyakit yang dideritanya, beliau sempat jatuh cinta terhadap batik dan berjasa memperkenalkan batik Indonesia di kancah Internasional.

 Tradisi merupakan ciri bangsa. Banyak cara untuk mengembangkan tradisi Indonesia sebagai bekal kesuksesan bangsa. Jangan sampai Indonesia kehilangan satu per satu budayanya akibat terhipnotis dengan adanya kemajuan zaman. Apalagi harus mengatakan bahwa tradisi dan kebudayaan Indonesia semakin ngenes (memprihatinkan)! Jadi, manfaatkan modernisasi untuk tradisi dan budaya bangsa. Sebagaimana asal terbentuknya nama Pasar Klewer. Biarkan batik Indonesia tetap nglawer hingga kekancah internasional.

 

Daftar Pustaka  

MS, Abdul Hakim, dkk. 2012. HR Harapan Rakyat Catatan dan Opini Blogger, Jakarta : DCSC Publishing.

Sumber gambar: IndonesiaKaya.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun