"Sejauh apa pun jalan yang kita tempuh, tujuan akhir selalu rumah."Â
Kesimpulan yang menjadi jawaban sebuah petualangan dari seorang Bung. Nama beken yang menjadi tokoh utama dan penulis dalam novel ini ia tuliskan di bagian paling atas cover bagian depan. Kalimat ini mengingatkan pembaca bahwa selalu ada tempat kembali dalam sebuah kata pamit, pisah, tualang, bahkan pergi.
Buku yang tersaji tanpa daftar isi ini menurut saya terkesan unik. Baik dalam proses, sebagaimana yang dituliskan Fiersa hingga bagian-bagian tertentu yang menggambarkan potret negeri yang tentu sangat menambah wawasan pembaca untuk ikut andil menjelajahi negeri tercinta ini. Ditambah lagi dengan alur cerita yang mudah dipahami, Fiersa berhasil menggeser ingatan kita untuk sekadar melihat peristiwa yang ia alami selama bertualang. Tabik! Ungkapnya di halaman pertama.
Serentetan kisah yang terangkum dalam; Kausa, Arkais, Sawala, Swabakar, Ruaya, Waham, Utara, dan Sarak merupakan bagian bab yang mengisahkan perjalanan penulis menghadapi suka duka selama berkeliling ke Indonesia.
Awal pertemuan pertamanya dengan Mia di 2008 dan petualangan meninggalkan kota Bandung yang penuh kenangan di tahun 2013 menjadi babak paling menarik untuk ditelusuri. Fiersa menceritakan dua kisahnya sekaligus dalam serentetan petualangan hingga ia dapat membalas 'dendam' untuk dapat hidup lebih baik tanpa terkungkung pada masa lalu yang pahit.
Di tahun 2013, Bung (penulis) memulai aksinya berkeliling Indonesia bersama dua temannya yaitu Prem dan Baduy. Prem seorang gadis yang memiliki nama asli Anisa Andini, juga Baduy yang merupakan teman baik Prem. Ketiganya berangkat dan berkumpul di Bandung dengan membawa ransel besar yang berisi kebutuhan selama di perjalanan. Sebagai seorang backpacker, mereka berkomitmen untuk menghemat pengeluaran agar cukup untuk hidup hingga pulang.
Suatu ketika di 2008. Sebuah tulisan yang barangkali bisa disebut diary ini menggambarkan bagaimana diri penulis sedang menuliskan sesuatu tentang hari yan sedang dilaluinya. Tanpa malu maupun ragu, segala perasaan yang terpendam dimuntahkan begitu saja di dalam surat pribadinya untuk ia baca dan ia kenang. Seperti yang penulis katakan;
Arah Langkah ini bukan hanya sekadar tentang perjalanan saya, tapi juga tentang keindahan negeri ini, yang saya tangkap lewat mata dan abadikan lewat foto dan tulisan, dan ternyata meskipun diwarnai perbedaan, cinta dan persahabatan bisa ditemukan di mana pun (hal. 2).
Tidak ingin menyembunyikan sesuatu yang senyatanya terjadi, Fiersa mengeluarkan kegundahan hati untuk disulap menjadi langkah besar agardapat menaklukan kegalauan. Hingga jatuhlah ia kepelukan semesta dengan menikmati indahnya alam raya. Perjalanan yang tidak mudah ia lupa sepanjang hidupnya. Inilah pembuktian Fiersa seperti yang tertulisan dalam setiap lembar Arah Langkah yang penuh kejutan dan cerita-cerita unik diberbagai belahan daerah di nusantara.
Mulai dari pertemuannya dengan teman yang belum ia temui di media social, perjalanan yang bermodalkan hitching (menumpang), bermalam di rumah kawan, hingga emperan, membangun tenda dipinggir pantai, sandal yang hilang akibat terbawa ombak laut pasang, berpisah dengan teman-teman hingga dihadapkan dengan dua pilihan; kembali pulang atau melanjutkan perjalanan.
Kebesaran hati seorang Fiersa tegambar ketika berkali-kali kesulitan mnghampiri. Dengan sikap yang tenang, ia mencoba mencari solusi terbaik dengan dua kawannya. Meskipun rasa takut akan hal-hal yang tidak diinginkan kerap menghampiri. Termasuk hal mistis tentang kepercayaan daerah Nias bahwa jika berlaku macam-macam, maka ia tidak akan bisa kembali pulang. Satu hal yang seringkali terngiang di kepala Bung.