Mohon tunggu...
Mutiarizki Hapsari
Mutiarizki Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - A curious student.

Non sum qualis eram.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sosialisme Islam dan Pendidikan Madrasah di Indonesia

21 Desember 2021   16:50 Diperbarui: 21 Desember 2021   17:08 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Apabila kita mendengar kata sosialisme, hal pertama yang terlintas di benak adalah kaitannya dengan komunisme. Di masyarakat, sosialisme dan komunisme acapkali dianggap sebagai suatu aliran filsafat yang identik, padahal masing-masing aliran tersebut memiliki prinsip yang berlainan. Kalau sosialisme berbicara tentang persamaan hak dan derajat manusia, komunisme justru lebih mendewakan hal ini dan menolak keras segala perbedaan yang ada sedikit pun. Singkatnya, komunisme adalah ultrasosialisme atau sosialisme radikal.

Sosialisme memiliki banyak cabang sesuai dengan perkembangan zaman. Ini dapat dikatakan bahwa sosialisme memiliki fleksibilitas sebagai akibat dari padanannya terhadap beberapa ideologi, seperti sosialis-kerakyatan yang dianut Sutan Syahrir, industri-sosialisme seperti yang pertama kali diimplementasikan oleh umat Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW (Bainatun, 2017), hingga sosialisme Islam yang dianut oleh beberapa tokoh pergerakan nasional Indonesia, yakni Mohammad Hatta dan H.O.S. Tjokroaminoto.

Dalam artikel ini akan membahas mengenai pemahaman sosialisme dan sosialisme Islam secara padat dan komprehensif, serta turun tangannya dalam mewarnai corak pendidikan madrasah di Indonesia.

SOSIALISME DAN ISLAM

Sekitar abad ke-19, sosialisme pertama kali lahir di dalam dunia politik internasional di Prancis. Di zaman itu, pergerakan kaum buruh sedang marak-maraknya, sehingga mereka berdemonstrasi untuk menuntut kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan dengan hak milik bersama atas alat-alat produksi (Wikandaru & Cahyo, 2016). Pernyataan ini rupanya juga dikukuhkan oleh Marx, salah satu tokoh sosialisme. Dia menyebutkan bahwa perjuangan kaum sosialis (dalam kasus ini proletariat) harus berlandaskan pada aktivitas diri dari kelas pekerja, dengan kata lain pekerja sendiri yang harus membuat sejarah (Rikowski, 2004).

Dengan kata lain, sosialisme adalah buah dari permasalahan kehidupan sosial masyarakat Eropa yang memiliki keterkaitan erat dengan kesewenangan masyarakat bangsawan terhadap alat-alat produksi yang berdampak pada kesejahteraan kaum buruh.

Sosialisme dalam menghadapi berbagai ideologi yang ada di dunia seringkali digambarkan berseberangan dengan ideologi kapitalisme, dan perseteruan kedua ideologi ini semakin memanas tatkala para filsuf yang beraliran kiri berusaha menggeser dominasi kapitalisme pada saat itu (Handoyo dkk., 2018). Menurut Henslin (2007), sosialisme dan kapitalisme memiliki banyak ketidaksamaan, dan cenderung bertolak belakang. Apabila kapitalisme beranggapan bahwa masyarakat terbentuk ke dalam beberapa kelas berdasarkan kekuasaannya, sosialisme menampik itu semua dan justru menawarkan sebuah konsep masyarakat tanpa kelas.

Banyak tokoh-tokoh sosialisme yang berusaha mengemukakan gagasan dan prinsip sosialisme. Namun, secara ringkas, prinsip-prinsip sosialisme ialah sebagai berikut:

  • Kepemilikan bersama adalah cara terbaik untuk hidup sebagai upaya menghindarkan diri dari dominasi kepemilikan oleh kaum borjuis;
  • Antipati terhadap gagasan kepemilikan pribadi, karena yang demikian akan mengubah manusia menjadi egois dan kehilangan harmoni kemurnian masyarakat;
  • Memperjuangkan pengelompokan alat-alat produksi oleh negara sebagai bentuk memberantas kemiskinan dan eksploitasi rakyat kecil;
  • Persamaan hak adalah mutlak;
  • Nilai-nilai pokok sosialisme ialah kerja sama, kasih sayang, dan kesamaan (Wikandaru & Cahyo, 2016).

Islam merupakan agama yang mengedepankan persamaan hak dan kasih sayang sesama makhluk Allah SWT. Pada dasarnya, Islam dan sosialisme memiliki persamaan prinsip dan definisi. Namun, dikarenakan sosialisme memiliki banyak cabang, menyebabkan aliran ini tidak sepenuhnya sejalan dengan ajaran Islam. Katakanlah sosialisme milik Marx, yang bermuara pada filsafat materialisme historis yang memiliki makna bahwa Tuhan termasuk ke dalam jenis materi atau benda (Bainatun, 2017). Gagasan ini sudah pasti bertentangan dengan konsep Tuhan milik Islam. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka lahirlah ideologi sosialisme Islam, yang memiliki konsep persamaan hak, kemerdekaan, dan persaudaraan yang telah disesuaikan dengan syariat Islam.

Ada beberapa tokoh yang mengungkapkan konsep dari sosialisme Islam. Menurut Sayyid Quthb, tokoh sosialis asal Mesir, sosialisme dan Islam memiliki visualisasi yang berlainan terhadap lingkungan kehidupan umat manusia secara sumber dan nilai, tetapi memiliki kesamaan dalam semangat menegakkan keadilan masyarakat sosial (Asnawiyah, 2013).

Sedangkan H.O.S. Tjokroaminoto berpendapat bahwa sosialisme Islam adalah landasan konsep-konsep sosialisme yang murni berpatok pada ajaran Islam. Menurutnya, terdapat tiga pokok perintah Islam tentang kedermawanan yang amat sesuai dengan dasar sosialisme, antara lain: membangun rasa ikhlas mengorbankan diri, mengutamakan zakat, dan tidak menganggap kemiskinan adalah hinaan (Bainatun, 2017). Hal ini pula sejalan dengan konsep sosialisme Islam a la Mohammad Hatta, yang menyatakan bahwa sosialisme didasarkan pada pemenuhan institusional berlandaskan realitas sosial dan perikemanusiaan.

Fokus utama sosialisme di masa sekarang adalah mengenai perkembangan manusia seperti kualitas kesehatan, merombak tradisi lama akan eksploitasi buruh, menolak perampasan hak-hak masyarakat sipil, dan juga sektor pendidikan (Guerra, 2012). Dengan menimbang fakta di atas, maka sudah jelaslah bahwa sosialisme ada karena sebagai wujud prioritas kehidupan yang layak bagi masyarakat universal.

SOSIALISME ISLAM DALAM PENDIDIKAN MADRASAH

Sosialisme memanglah identik dengan kegiatan ekonomi suatu negara, mengingat asal lahirnya dilandasi oleh penyelewengan hak milik alat-alat produksi oleh kaum borjuis atas kaum proletar. Namun, memandang dari prinsipnya, sosialisme sesungguhnya sangat bisa untuk diterapkan ke dalam sistem pendidikan.

Sebelumnya, pendidikan juga mendapat akibat dari diagungkannya ideologi kapitalisme di dunia. Pendidikan yang dimaksudkan mendidik manusia, justru diselewengkan oleh kaum borjuis untuk mempertahankan kelas-kelas sosial yang telah mereka ciptakan. Akibatnya, sekolah-sekolah elite dan sekolah biasa bermunculan sebagai pembeda antara kelas kaum borjuis dan kaum proletariat.

Sebagai tanggapan dari fenomena inilah maka muncullah gerakan pendidikan antikapitalis sebagai kritik atas masyarakat kapitalis, yang memaksa agar memutus formasi pendidikan dan pelatihan yang dikotak-kotakkan menurut kelas sosial (Rikowski, 2004). Masyarakat proletariat amat berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan masyarakat borjuis, dan pada dasarnya, pendidikan adalah untuk semua orang dari golongan mana pun.

Kekuatan atas sistem pendidikan sosialis mengingatkan kita akan slogan pemerintah Kuba pada tahun 1959 dalam rangka memberantas buta huruf: “Jika kamu mengetahui, maka ajarkan; dan jika kamu tidak mengetahui, maka belajarlah” (Peterson, 1975). Hal yang sama juga terjadi ketika Indonesia menggalakkan program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) pada tahun 1948 yang dicanangkan oleh presiden Ir. Soekarno sendiri. Pernyataan ini sesuai dengan konstitusi negara bahwa “pendidikan adalah hak setiap warga negara”, yang selaras dengan prinsip sosialisme Indonesia yang identik dengan sosialisme religius (Islam).

Pemerintah Soekarno menyelenggarakan kursus PBH di 18.663 tempat.(images.app.goo.gl)
Pemerintah Soekarno menyelenggarakan kursus PBH di 18.663 tempat.(images.app.goo.gl)

Dalam pendidikan madrasah di Indonesia, prinsip-prinsip sosialisme juga turut diaplikasikan. Berikut merupakan beberapa bukti nyata dari penerapan sosialisme Islam:

  • Penggunaan seragam yang sama bagi masing-masing murid laki-laki dan murid perempuan;
  • Perombakan perilaku anak menuju akhlakul karimah yang bernapaskan Islam;
  • Setiap siswa mendapatkan materi pembelajaran yang sama;
  • Anak dididik untuk peduli dan tidak memalingkan muka dari teman sejawatnya;
  • Anak akan memiliki pemikiran yang independen;
  • Memunculkan rasa patriotis dan cinta negara.

PENUTUP

Memandang dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosialisme Islam memiliki banyak karakteristik yang sama dengan kepribadian ketimuran orang Indonesia yang mengarah pada sosialisme-religius, yakni mengagungkan persamaan hak, kemerdekaan, dan persaudaraan. Hari ini adalah waktunya ideologi sosialisme berevolusi. Karena, seperti yang kita ketahui secara sadar, kapitalisme masih eksis, dan bahwa semuanya ada di tangan kita: apakah kita akan memperjuangkan persamaan hak sebagai sesama manusia atau memilih untuk turut menyuburkan dominasi kuno kapitalisme dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Asnawiyah. (2013). Konsep Sosialisme Islam Menurut Sayyid Quthb. Substantia, 15(1), 53–65. http://dx.doi.org/10.22373/substantia.v15i1.4884

Bainatun, S. (2017). Islam Dan Sosialisme Dalam Perspektif H.O.S. Tjokroaminoto Dan Mohammad Hatta [Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan]. https:/repository.radenintan.ac.id/2246/

Guerra, F. X. A. (2012). Significance and Application of the Socialism of the 21st Century in Latin America: A Case Study on Ecuador and the Administration of President Rafael Correa [East Texas Baptist University]. https://www.etbu.edu/sites/default/files/2018-10/hp2012franscisco_abad_guerra.pdf

Handoyo, E., Petuguran, R., & Rohayuningsih, H. (2018). Pertarungan Ideologi Pancasila Di Tengah Kepungan Ideologi-Ideologi Dominan. Universitas Negeri Semarang Press.

Peterson, R. (1975). Unfair to Young People: How the Public Schools Got the Way They Are. Youth Liberation Press. https://eric.ed.gov/?id=ED120051

Rikowski, G. (2004). Marx and the Education of the Future. Policy Futures in Education, 2(3–4), 565–577. https://doi.org/10.2304/pfie.2004.2.3.10

Wikandaru, R., & Cahyo, B. (2016). Landasan Ontologis Sosialisme. Jurnal Filsafat, 26(1), 112–135. https://doi.org/10.22146/jf.12627

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun