Perkembangan zaman modern saat ini yang semakin pesat, yang didukung dengan perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi. Terutama pada kalangan remaja yang mana teknologi merupakan gaya hidup mereka. Sehingga sering terjadi kesalahan dalam menggunkan teknologi, tidak hanya itu saja tetapi juga karena pergaulan bebas sehingga sering terjadi hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah merupakan perbuatan yang keji dan terlarang dalam ajaran agama Islam. Apabila hal ini terjadi maka orang tua pasti akan menikahkan anaknya (yang hamil di luar nikah) dengan yang menghamilinya. Lalu bagaimana nasab anak yang lahir dari kawin hamil tersebut? Apakah dinasabkan kepada ayahnya? atau ibunya?
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk  keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab II pasal 2 disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Lalu yang dimaksud dengan Kawin Hamil ialah kawin dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah, baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki yang bukan menghamilinya. Â
Di dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa hukum  menikahi wanita hamil diluar nikah adalah sah apabila yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya. Namun, apabila yang menikahi wanita tersebut adalah bukan laki-laki yang menghamilinya, maka hukumnya tidak sah. Hal ini tercantum dalam Bab VIII tentang kawin hamil pasal 53 KHI yang berbunyi:
Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya;
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya;
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai nasab anak yang lahir dari perkawinan hamil diluar nikah, diantaranya:
Pertama, Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa apabila anak yang dilahirkan itu telah melewati masa enam bulan sejak terjadinya akad nikah ibunya, maka ia bisa dihubungkan nasabnya kepada suami dari ibunya (yang menghamili ibunya).
Tetapi bila kelahirannya kurang dari enam bulan dari waktu akad nikah, maka tidak bisa dihubungkan nasabnya kepada suami dari ibunya (yang menghamili ibunya), melainkan dihubungkan nasabnya hanya kepada ibunya.