Permasalahan gizi di Indonesia sampai saat ini masih belum terselesaikan. Anemia adalah salah satu masalah kekurangan gizi mikro yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Anemia bukan hanya terjadi pada orang dewasa saja, tapi juga banyak terjadi di kalangan remaja. Untuk saat ini terdapat empat masalah gizi remaja yang banyak terjadi yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Kurang Vitamin A (KVA). Anemia merupakan keadaan jumlah hemoglogin (Hb) dalam darah kurang dari normal (<12 g%). Hal tersebut menyebabkan kemampuan eritrosit membawa oksigen ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi cepat lelah dan lemas.
Pada tahun 2018, data dari Riskesdas menunjukkan bahwa 84,6% remaja berusia 15 hingga 24 tahun mengalami anemia. Prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 27,2% dan remaja putra sebesar 20,3% pada kelompok usia yang sama. Artinya Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi pada setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan lebih banyak asupan gizi.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang remaja putri mengalami anemia, yaitu :
1. Pola Makan pada  Remaja Putri
Banyak dari remaja putri lebih sering memiliki pola makan yang tidak teratur seperti, jarang untuk mengkonsumsi sayur dan buah, serta lebih sering makan makanan cepat saji (fast food) dibandingkan dengan makanan sehat. Salah satu penyebab anemia menurut Kemenkes RI (2016) asupan  makanan  yang bergizi  seperti  protein  hewani,  sayuran  hijau  dan  makanan  lain  yang merupakan sumber  zat  besi.  Makanan  bergizi  yang  kaya  akan  zat  besi  ini  akan  membantu proses pembentukan sel darah merah sehingga akan meningkatkan jumlah hemoglobin dalam tubuh.
2. Pola Tidur Remaja Putri
Durasi  tidur  yang  baik  dan  sehat  untuk  usia  remaja  dan  dewasa  ialah  selama  7-8  jam dalam seharinya. Namun ternyata masih banyak remaja yang merasa durasi tidur di malam harinya kurang dari 7 jam, dengan kata lain bisa tidur diatas jam 11 malam. Alasan seseorang tidur larut malam sangat beragam, misalnya ada yang karena mengerjakan tugas, bermain game, ataupun karena menonton siaran televisi.
Pola tidur yang tidak teratur akan menyebabkan kualitas tidur seseorang menjadi  buruk, hal ini akan memicu terjadinya stress oksidatif yang apabila berlangsung lebih dari 12 jam dapat menyebabkan hemoglobin dalam darah menurun sehingga dapat menyebabkan anemia. Menurut Mawo (2019) menyatakan bahwa  faktor  yang  dapat  menyebabkan anemia salah satunya adalah gangguan tidur dimana seseorang tidak memiliki pola tidur yang baik maka dapat menurunkan kadar hemoglobin. (Musrah  & Widyawati, 2019)
3. Menstruasi
Prevalensi anemia lebih banyak terjadi pada wanita, hal ini disebabkan karena wanita perlu melalui masa  menstruasi secara teratur setiap bulan. Ketika menstruasi jumlah darah yang keluar terbilang cukup banyak sehingga tentunya mempengaruhi kadar hemoglobin dalam tubuh. Semakin banyak dan lama seseorang menstruasi tentu semakin besar kemungkinan seseorang itu mengalami anemia atau kekurangan hemoglobin. Menurut Musrah & Widyawati (2019) menyatakan bahwa kejadian  anemia lebih banyak terjadi akibat pola menstruasi yang  tidak normal. Hal ini juga disebabkan karena banyak remaja wanita tidak patuh mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) ketika sedang menstruasi sehingga mengalami anemia.
Penanganan anemia dapat dilakukan dengan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD). TTD merupakan program awal pemberian suplementasi zat besi yang direkomendasikan oleh World Health Organization  (WHO) tahun 2011 untuk ibu hamil namun seiring berjalannya waktu, target program diperluas hingga mencakup remaja putri. (Kementerian Kesehatan 2018)
Suplementasi TTD pada remaja putri dan wanita usia subur merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah kekurangan zat besi. Pemberian TTD dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan meningkatkan jumlah simpanan zat besi  dalam tubuh. Saat ini sudah ada beberapa sekolah yang diberikan TTD oleh pemerintah secara rutin untuk diminum oleh para siswi di sekolah tersebut. Â
Menurut Kemenkes 2018 dalam Buku Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur, untuk meningkatkan penyerapan zat besi sebaiknya TTD dikonsumsi bersama dengan:
1. Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga, jambu biji, dll.)
2. Sumber protein hewani, seperti hati, ikan, unggas dan daging.
Hindari mengkonsumsi TTD bersamaan dengan :
1. Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan tanin, zat besi dapat diikat menjadi senyawa yang kompleks yang tidak dapat diserap.
2. Susu hewani, yang biasanya mengandung kalsium yang tinggi, dapat menghambat penyerapan zat besi di mukosa usus. Akibatnya, tablet kalsium dosis tinggi dapat menghambat penyerapan zat besi.
3. Obat sakit maag yang berfungsi melapisi permukaan lambung, menghalangi penyerapan zat besi. Penggunaan obat maag yang mengandung kalsium akan menghambat penyerapan zat besi lebih lanjut.
Selain dengan memberikan TTD, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah anemia diantaranya dengan memberikan penyuluhan dan memberikan informasi  yang lengkap tentang pengertian anemia kepada masyarakat terutama remaja putri dan bagaimana cara pencegahannya. Salah satu akibat dari banyaknya remaja yang terkena anemia karena kurangnya informasi dan pengetahuan para remaja tentang anemia dan dampaknya, maka perlu adanya pemberian informasi dan penyuluhan mengenai anemia sehingga dapat membuka wawasan remaja tentang anemia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H