Mohon tunggu...
Mutia Putri
Mutia Putri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

suka nulis tapi g suka air :p\r\nan ordinary girl with a big dream\r\nsalam kenal kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Serial Kos Mentari (Episode 1)

8 Mei 2012   02:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:34 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EPISODE 1

THE GIRL NEXT WEEK (part I)

Sudah seminggu ini kabar burung yang entah burungnya burung apa, hilir mudik dikalangan anak-anak kos mentari. Euforia itu bukan hanya dikalangan rakyat jelata tapi juga dikalangan hewan melata, hehe. Mungkin itu penggambaran yang cukup untuk mewakilkan sebegitu meriahnya kabar ini. Pilkada mah lewaaat…!! Kota Mataram yang panas pun makin panas bak sebuah kota di korona matahari.

Emang ada apa sih ampe segitunya?

“Itu lho, katanya Bi Kelara bakalan ada anak baru yang cantiknya ngalahin Luna Maya gitchu!” Mini memecah keingintahuan anak-anak sambil ngemilin camilan Tora tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari camilan 500 gram itu. Tora Sudiro apa Tora ja ya hehe. Yang jelas Tora yang ini nih camilan yang paling didoyanin ama Mini.

Mini. Apalah arti sebuah nama, mungkin adalah peribahasa yang paling cocok disematkan pada cewek berbadan subur ini. Karena doa inaq amaqnya sepertinya tak terkabul untuk punya anak Mini. Tapi syukurlah badan Mini dilihat dari sisi manapun masih lebih mini dari gajah, hehe. Jahat ahh!

“Alaah. . . palingan masih cantikkan akyu!” timpal Atin dan langsung diserbu dengan koor Huuuuu… anak-anak.

Nah kalo doski ini nih lagi asyik pake celak. Tahu kan celak apaan? Itu lho yang dipake di bibir. Eh salah deng yang dipake dibawah mata kaleee. Doski rada-rada syirik gitu, abisnya selama hidup dan bernapas di kos mentari (Ceileee…!) yang paling cantik, modis, n kece ya dia itu. Tapi ini katanya doski sendiri lho. Yang lain mana berani bilang gitu, takut memfitnah hehe.

“Waahh…berarti kita bakalan terkenal dong. Imej kosan kita bakalan naik, trus omzet penjualan semakin tinggi dan terpenuhilah seluruh prinsip ekonomi dan….” Sebelum pidato Syahrul menjadi paragraph satu makalah, Mbak Jane udah nyeletuk duluan karena tak tahan dilihatnya anak Ekonomi ini cuap-cuap ngeluarin satu nusa bangsa ilmunya.

“Dan…busalah yang keluar, hehehe!” Mbak Jane nyengir, Syahrul manyun.

“Tapi yang paling penting adalah kita mesti bersyukur, anggota laskar mentari nambah satu lagi. Yang artinya barisan semakin kuat, apalagi kalo Mini yang jadi pager betisnya!” lanjut Mbak Jane dengan pose nyengir kudanil. Yang disebut-sebut, langsung merona wajahnya persis kayak artis yang jadi iklan PONDS( baca: Kolam).

“Betoll itu. Lagian seperti Fifit kutip dari hadits Rasulullah SAW, yang bunyinya kurang lebih kayak gini nih….” Fifit berdehem layaknya orang yang berpidato sebelum memulai pidatonya,”…Temenan ama tukang minyak wangi bakalan kecipratan harumnya. Temenan tukang besi ya gitu juga. Jadi dari analogi di atas bisa kita tarik kesimpulan: Temenan ama orang cantik bisa kecipratan cantik juga, hehehe.” Fifit mengakhiri ceramahnya dengan nyengir kuda ompong.

Huuuuuu…..!!! Cibir anak-anak berjamaah.

“Kalo kemungkinan kita temenan ama tukang besi gimana?” Mbak Violet akhirnya angkat barbel juga, eh salah deng, angkat suara maksudnya. Doski paling kalem diantara mahluk-mahluk yang ngungsi di kos mentari lho. Ini dibuktikan dengan rajinnya mbak Vio ngamalin sunnah Nabi yang Bicaralah yang Benar atau Diam! Saking kalemnya, mbak Vio gak bakalan ngomong meskipun kakinya diinjek Mini sampe biru-biru.

“Maksudnya mbak Vio apa?” heran Fifit nanya. Gak biasa-biasanya mbak Violet su’udzhan ma orang. Anak-anak lain juga penasaran. Mbak Violet ngelirik mereka satu persatu. Senyumnya terkembang melihat wajah-wajah itu penasaran. Sampe-sampe si Atin rela ngelepasin celaknya buat ngedengerin apa yang akan dibilang oleh mbak yang kalem ini. Tak tahan, mbak Vio melanjutkan juga dengan roman muka yang dibuat semisterius mungkin.

“Yaaa… kalo kita temenan ama tukang besi, kita harus hati-hati, karena . . ..” Mbak Vio sengaja menggantung ucapannya. Alis anak-anak semakin elastis terangkat.

“Kita harus hati-hati karena bisa-bisa perabotan dari besi kita dikiloin lagi hahaha….” Mbak Violet tertawa terpingkal-pingkal ampe bola matanya mau keluar. Anak-anak pada manyun, kirain serius!!!

“Tapi Mbak Vio serius lho! Ndak semua orang baik. Bukannya su’udzhan tapi kita tetep harus hati-hati. Mudahan bukan tukang besi tapi tukang minyak wangi.”

“Amiiiiiinnnn…!” semua larut dalam doa. Semoga the girl next door kali ini adalah tukang minyak wangi bukan tukang besi apalagi tukang adu domba, masih syukur kalo tukang sate, ya Rabb. Fifit semakin tenggelam dalam alunan doa yang syahdu. Doanya terbawa angin, terbang untuk disampaikan pada semesta.

* * * * *

Seorang cewek muda dan kece berdiri tegap di depan gerbang hijau yang bertuliskan SEMANGAT!!! Gerbang kos mentari. Ditangannya tergenggam secarik kertas lecek. Selecek dirinya. Peluh yang deras menetes sedari tadi, dilapnya dengan sapu tangan merah jambu yang harum banget. Ampe lalat-lalat minder ngedeket. Tatapannya lekat ke nomor rumah yang dimaksud. Tak percaya, dilihatnya lagi kertas itu. Tak kurang dari 3 kali, cewek tadi melakukan hal yang sama. Dan akhirnya, si cewek mengangguk meskipun gurat keraguan tak bisa dihapus dari wajah cantiknya.

Apa ini ya tempatnya??? Batin si cewek tadi bertanya-tanya. Akhirnya ia memutuskan untuk lebih baik bertanya daripada sesat di rimba hehe…. Kebetulan didepannya melintas seorang tukang bakso lengkap dengan gerobak baksonya (Ya iyalah).

“Mas… mas…. Sini sebentar!” si cewek melambai-lambaikan tangannya pada tukang bakso tadi. Tukang bakso yang ternyata lagi dengerin nasyid lewat iPod langsung kaget ada mbak-mbak cantiiiikkk banget manggil-manggil dia. Tapi si mas husnudzhan aja sapa tau si cewek akan membeli baksonya kalau perlu segerobak tunai. Sapa tau. Ia langsung ngacir menemui ‘calon pembelinya’.

“Mau beli berapa, Mbak?” Tanya si Mas antusias begitu muncul tepat di depan cewek kece tadi. Ternyata si mbak tadi lebih cantik kalau dari deket, kata hati si Mas tukang bakso. Tapi si Mas langsung menunduk. Ia teringat perkataan guru ngajinya waktu masih di Jawa dulu.

“Kita harus jaga pandangan pada lawan jenis, Le!” petuah guru ngajinya 10 tahun yang lalu. Aaahhh… ternyata ia masih ingat masa remajanya yang indah dulu. Hampir saja si mas tukang bakso terseret ke alam nostalgia sampai akhirnya si cewek menariknya kembali ke abad milenium 2011.

“Saya bukan mau beli bakso, Mas! Cuma mau nanya. Ini kos mentari bukan?” Mas tukang bakso tadi tersipu. Malu banget. Andaikan ia bisa ngilang saat itu juga. Tring!! Tapi sayangnya, ia kini bukan sedang ada di negeri dongeng. Akhirnya dengan tersendat-sendat ia menjawab.

“I…iy…iya kali Mbak!” setelah itu tanpa babibu lagi, si Mas tukang bakso langsung ngacir. Maluuu mbooookkk….

Si cewek terpana menyaksikan pemandangan ajaib yang tersaji siang ini. Tapi satu mikro detik berikutnya, ia kembali fokus pada bangunan didepannya. Kos Mentari.

* * * * *

“Permisi….!” Salam si cewek sambil memukul-mukul gerbang hijau itu dengan batu yang dipungutnya barusan. Tapi tak ada sahutan balasan dari dalam rumah. Gerbang hijau yang tak bergembok itu masih tetap sama. Tak bergeming sedikitpun.

“Spada….!” Si cewek berusaha lagi. Tapi kini dengan salam yang berbeda. Masih sama. Sepi.

“Assalamualaikom….!” Kali ini ia berteriak dengan senyaring mungkin. Membuat seorang ibu muda yang lagi jemur pakaian dari atas balkon rumahnya mengurut dada berkali-kali.

“Waalaikumussalam....!” Mini dengan suara ngebassnya ngejawab. Lengkap dengan mukenahnya, Mini tergopoh-gopoh mendatangi arah asal salam tadi. Kini tepat di depan Mini, seorang cewek muda berdiri komplit dengan senyum (yang kesannya agak dipaksakan) yang menghiasi wajah cantik bak artis Korea itu. Tas koper gak tanggung-tanggung 3 sekaligus nongkrong di sampingnya. Rambutnya, Subhanallah! Kayak Titi Koma, eh maaf Titi Kamal maksudnya.

“Katanya si Mas tukang bakso, ini kos mentari ya?” si cewek cantik nanya. Tak ada respon. Mini bengong. Asli. Iseng Mini ngeliatin kakinya si cewek, ternyata masih napak tanah. Kirain tadi melayang. Kirain bidadarinya Jaka Tarub salah mesen tiket, hehe. Si cewek bingung menatap tubuh tambun didepannya.

“Bener ini kos mentari?” si cewek ngulang lagi pertanyannya. Kali ini lebih keras. Dikiranya Mini budek, hehehe.

“Eh bu…bukan Mbak! Eh salah maksudnya iya!” Mini gelagapan. Si cewek tadi tersenyum puas. Akhirnya ia bisa tidur juga, begitu pikirnya.

“Oh iya, kenalin saya Pretty!” Si cewek cantik yang ternyata bernama Pretty itu mengulurkan tangan untuk salaman.

“Mini!” cepat Mini menyambut tangan itu. “Selamat datang di Kos Mentari!” Tak perlu tunggu musim berganti, Mini langsung menggamit lengan mbak Pretty masuk ke areal Kos Mentari dengan menenteng koper yang buanyak itu.

Panjang x lebar x tinggi (emang rumus volume balok apa, hehe) Mini ngejelasin ini itu. Disampingnya, mbak Pretty manggut-manggut. Aduuuhhh…! Kapan bisa tidurnya neh!

Kurang lebih 30 menit, masa orientasi selesai. Tapi bagi Pretty, 30 menit itu bagaikan 30 abad punya anak 30 abad lagi. Ahh…ingin rasanya ia menelan hidup-hidup mahluk di depannya ini.

“Gitu Mbak!” Mini menyunggingkan senyum lebarnya. Kebetulan suasana lagi pada sepi. Anak-anak yang lain lagi keluar semuanya. Jadii tinggallah Mini sendiri yang mengadakan orientasi dadakan kecil-kecilan.

“Hehe iya…. Udah selesai kan, Min?” penuh harap Pretty bertanya. Mini manggut-manggut sambil senyum. Belum sempat Pretty menarik napas lega, sampai Mini menarik tangannya lagi.

“Oiya kan mbak Pretty belum registrasi ke mbah kos ya? Ayo! Mini temenin. Mbah kosnya nggak galak kok, cuma cerewet dikit, hehe.” Terseok-seok Pretty mengikuti langkah Mini yang dua kali langkahnya. Alamaaaaakkkk…. Cuapeeeeekkk akuuuu…. Mini yang tak sadar, tersenyum polos masih dengan bermukena ria.

* * * * *

“Fifit imut!” Fifit menjabat tangan gadis didepannya erat. Diikuti oleh laskar mentari yang lain. Dan Fifit masih sempat-sempatnya untuk bernarsis-narsis ria padahal hatinya gundah gulana. Tak bisa dipungkiri, gadis didepannya sangat cantik. Meskipun wajah cantik itu ditopengi oleh make up entah merknya dari bangsa apa, tapi Fifit tetap bisa menangkap ikan di sungai. Maksudnya, Fifit tetap bisa menangkap aura kecantikan itu. Tapi itu lho, kekhawatiran Fifit dan laskar mentari yang lain yang pernah diangkat jadi topik diskusi (yang lupa bisa baca ulang paragraf awal), sepertinya benar-benar akan kejadian. Dan tak hanya Fifit yang merasakan hal itu. Anak-anak pun merasakan hal yang sama setelah beberapa hari Mbak Pretty tiba-tiba muncul dan bersenyawa dengan mereka.

Tapi Mbak Vio serius lho! Ndak semua orang baik. Bukannya su’udzhan tapi kita tetep harus hati-hati. Kata-kata Mbak Vio pun sepertii terputar ulang ditelinga mereka. Menggedor gendang telinga mereka.

Mbak Pretty yang sholatnya tak pernah bolong (karena memang bukan bolong lagi, tapi jebol, hehe). Mbak Pretty yang meski hujan petir pun, bajunya tetep kayak orang kepanasan. Mbak Pretty yang pulangnya selalu tepat pada waktu gerbang kos mau digembok. Mbak Pretty yang tiap malem minggu selalu berubah menjadi musafir, pergi entah kemana mengelilingi dunia. Hehe lebay deh!

Tapi semua khawatir. Semua takut. Semua siaga satu. Kalau-kalau hadits tentang tukang besi itu akan segera menimpa mereka. Apalagi sekarang si Atin keliatannya deket banget ma Mbak Pretty. Memang bagus kita deket buat ngingetin. Tapi kalo kita yang kebawa kan bisa berabe. Apalagi si Atin yang baru hijrah dari pakaian kekecilannya.

Saban malem, Syahrul kerap memergoki Atin keluar masuk kamar no 13, kamar Mbak Pretty. Pas Syahrul nanya udah ngapain, selalu sama jawaban yang diterima. Sampe Syahrul enek nanya lagi.

“Biasa lagi ada bisnis, Sista!” centil Atin menjawab.

Dan Atin semakin hari semakin jauh. Jauh dihati dekat dimata. Bukannya laskar mentari tak mau mencoba untuk lebih mengenal Mbak Pretty, tapi selalu saja gagal maning.

Dan bisik-bisik tetangga kini mulaii terdengar selalu ditelinga. Ini bukan lagunya Elvi Sukaesih lho. Tapi kenyataan yang mencoreng nama kos mentari di mata dunia Internasional. Wuiiihhh sampe segitu hebatnyakah dampaknya?

Hari ini, tepat sebulan kedatangan mbak Pretty. Dan wajah-wajah para koser tak berubah sedikitpun tetap produk keluaran jadul. Tak sedikitpun kecipratan kecuantikan fisik Mbak Pretty seperti yang digembor-gemborin waktu itu lho. Tapi sekarang bukan itu masalahnya sehingga laskar mentari mengirim Mbak Jane sebagai delegasi (Sssttt…. Kebetulan nama Mbak Jane keluar setelah diadakan lot). Awalnya, laskar mentari mau berjamaah langsung buat ngomong heart to heart ma mbak Pretty. Tapi kayaknya gak sopan kalo keroyokan gitu. Kayak mau gebukin maling aja, begitu pikir mereka. Maka jadilah, Mbak Jane wakil untuk berdiplomasi.

Kini semua berharap akan ada gencatan senjata. Slow but sure, Mbak Jane melangkahkan kakinya menuju kamar nomor 13. Pintu kamar diketuk tak kalah slownya. Tok tok tok!!! Sepi, sunyi, dan hening. Hanya terdengar suara jantung mbak Jane yang berdegup lebih cepat. Lebih ngebut dari Valentino Rossi. Kecepatannya 3x10 pangkat 8 m/s. Maaf, salah. Itu mah kecepatan cahaya atuh.

Butiran-butiran keringat Mbak Jane terus menetes. Bibirnya tak putus-putusnya melantunkan istighfar. Ahh… andai lot itu tak mengeluarkan namanya. Tapi pikiran itu segera Mbak Jane tepiskan. Semuanya sudah diatur menjadi skenario Allah yang memiliki makna, hibur hati Mbak Jane.

Mbak Jane mengetuk ulang pintu beberapa kali. Tapi tetap tak ada reaksi dari tuan kamar. Nun jauh dibalik tembok sana, koser mentari yang lain menunggu dengan harap-harap cemas. Gemas, mbak Jane memegang gagang pintu. Dan Kreeekkk… pintu terbuka. Dan pemandangan didepan Mbak Jane sedetik kemudian membuat persendiannya lemas seketika. Putung-putung rokok dan botol-botol minuman tergeletak disana-sini. Pemandangan yang lebih “eksotis” lagi membuat pertahanan Mbak Jane lepas. Ia terduduk lemas dilantai. Suaranya tercekat. Disana Pretty tergeletak dengan mulut penuh busa.

Mutia Putri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun