Mohon tunggu...
Dodi Muthofar Hadi
Dodi Muthofar Hadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manjadda Wajadda

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus puluhan bahkan ribuan kepala"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meniti Kehidupan Di Antara Riba dan Fatwa (2)

12 Oktober 2015   17:42 Diperbarui: 16 Oktober 2015   16:42 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sebelumnya

[caption caption="sumber ilustrasi : www.bogatika.com"][/caption]

Wati mendengarkan dengan seksama “curhatan” sahabatnya itu, dan mencoba untuk mengerti apa yang diinginkannya. Kemudian dia mencoba memberikan alternatif jalan tengah dari pada akan membuat keadaan semakin memanas dengan dua kutub yang berseberangan pendapatnya.

Wati : “Kitakan punya teman yang menjadi ustadz, besok kita kesana sekalian kita reunian namun kita tetap minta waktu kepadanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kamu tentang riba dan permasalahan kamu lainnya”

Dodi : “Maksud kamu sutadz Agus? Boleh juga karena sudah lama aku tidak bertemu dengan dia. Apa dia juga di Jakarta?”

Wati sambil mengambil potongan mangga yang sudah tersaji dengan garpu dan memakannya. Kemudian tidak lama kemudian dia menanggapi pertanyaan Dodi.

Wati : “Maksudku ustadz Hadi, kalau ustadz Agus aku sudah menebak pasti dia sependapat dengan kamu dan bisa jadi aku yang akan diceramahi”

Wati sambil terus melahap hidangan yang ada di depannya, entah itu yang buah mangga ataupun ubi rebusnya yang berwarna ungu, kuning, dan putih itu dengan berganti-gantian. Kemudian melanjutkan pembicaraannya.

Wati : “Kenapa? Kamu gak setuju ketemu sama ustadz Hadi? masih musuhan sama dia? atau kamu tahu akan kalah berdebat sama dia? Seingatku waktu kuliah kalian sering berbeda pendapat dan kamu selalu kalah dalam berargumen. Jangan kuatir siapa tahu saat ini dia dipihak kamu. Dia sudah jadi pimpinan ponpes hafidz di daerah Tangerang”

Dodi : “Iya aku tahu, tak pantaslah kita sebut dia ustadz, level dia sudah kyai. Dia sudah hafidz Quran sejak masih kita kuliah, kemudian setelah wisuda dia melanjutkan sekolah ke luar negeri setelah itu kembali ke Indonesia mendirikan pesantren Al Quran. Bukan hanya tahfidz, disitu juga ada tafsir Quran juga”

Wati : “Ternyata kamu dah tahu cukup banyak tentang dia, sebenarnya kamu sama dia tu mirip bak pinang dibelah dua. Cuma kalau kamu suka berpetualang naik gunung, ikut banyak organisasi, kadang-kadang kamu juga ikut klup mahasiswa pecinta volly atau sepakbola. Sedangkan dia selain rajin masuk kuliah juga rajin berdiskusi tentang mater-materi kuliah bahkan juga memberikan asistensi kepada adik tingkat. Dan lagi dia aktif dipesantren mahasiswa, makanya dia bisa hafidz Quran selama 4 tahun kuliah di Jurusan Biologi FMIPA UNSU (Universitas Negeri Surabaya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun