Tidak dipungkiri bahwa pemerintahan sebelum era Jokowi juga memiliki banyak masalah hukum dan juga masalah kriminalitas. Namun juga tidak perlu dipungkiri bahwa ada masa kejayaan pada era sebelum Jokowi di bidang hukum, dan dalam menekan kriminalitas. Meskipun itu juga masih dalam penilaian yang subjektif, sebagai misal di era Soeharto relatif lebih aman meskipun pencuri, dan penjahat lainnya masih ada namun cukup terkendali.
Kemudian di era sebelumnya yang pada umumnya masih dalam suasana peperangan, dan yang terjadi bukan permasalahan hukum secara personal yang banyak terjadi, namun justru permasalahan hukum secara kolektif. Banyaknya pemberontakan dan pada akhirnya memberikan jatuh korban yang banyak di kedua belah pihak. Dimana keduanya sebenarnya adalah sama-sama rakyat Indonesia yang berseberangan ide atau gagasan saja.
Pada era setelah orde baru, kita tahu bahwa BJ Habibie tidaklah cukup lama untuk menjabat sehingga bisa dikatakan pada era ini minim tindak kejahatan. Meskipun juga tidak bisa dikatakan ini sebagai keberhasilan dalam satu masa kepemimpinan yang normalnya adalah minimal 5 tahun. Begitu pula era Gus Dur dan Megawati yang berbagi kursi kepresidenan dalam 5 tahun memimpin, dengan dua Presiden yang berbeda. Di sini mulai muncul adanya keberanian penegak hukum dalam menegakkan hukum berkenaan dengan korupsi dan suap. Sehingga Gus Dur dimakzulkan oleh MPR karena telah menerima dana dari Bulloggate dan Brunaigate. Meskipun tidak ada persidangan maupun penetapan Gus Dur sebagai terdakwa dalam persidangan namun sudah membuat Gus Dur lengser dan digantikan Megawati Soekarno Putri.
Pada era Megawati dan SBY memiliki banyak peran dalam menegakkan hukum dibidang korupsi. Meskipun juga ada peningkatan yang cukup besar terjadi di era SBY. Dimana banyak menteri, anggota DPR hingga DPRD bahkan kepada daerah yang kemudian menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
Dalam Era SBY tindak kriminal lain juga mulai banyak seperti penggunaan narkoba dan tindak kekerasan lainnya. Pada era ini sudah mulai banyak dirasakan kesulitan hidup oleh masyarakat, dengan kenaikan BBM, dan juga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD) semakin menurun. Aparatpun bahkan tidak bertindak dengan tegas, bahkan ada juga oknum-oknum aparat yang tertangkap karena melakukan tindak kejahatan. Di Era SBY hukum juga tidak tegas bahkan bandar narkobapun ada yang dilepaskan oleh Presiden.
Satu tahun di era Jokowi pada awalnya perubahan pada tindakkan hukum yang tegas sepertinya belum terlihat. Namun pada saat pertengahan kepemimpinannya, Presiden berani untuk pasang badan dalam memberikan hukuman mati kepada para bandar Narkoba. Namun ternyata itu masih belum membuat para pelaku lainnya jera. Bahkan saat ini sudah dibentuk tim berani mati dari BBN untuk memburu para pengguna dan pengedar narkoba. Namun sayang tidak ada perintah tembak ditempat sehingga yang terjadi hanya akan menjadi penantian dalam persidangan semata. Bahkan saat ini banyak penguni rehabilitasi narkoba yang melarikan diri.
Selain masih maraknya kejahatan narkoba, yang lebih miris adalah maraknya kejahatan di masyarakat yang berujung pada pembunuhan. Kejadian ini tidak hanya sekali dua kali namun sering terjadi. namun tidak ada ketegasan dalam hal hukuman kepada pelaku. Semua masih dalam kendali perundangan yang standar bahwa mereka masih disidangkan dan dituntut sesuai perundangan dengan maksimal hukuman mati atau seumur hidup. Namun pada prakteknya hukuman yang dijatuhkan hanyalah hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Sungguh miris melihat ketidakadilan di Negara ini, seolah nyawa tidak ada artinya. Coba lihat saat pemerintah menyelamatkan "TKI" yang akan dihukum mati berama milyar Rupiah yang harus dibayarkan untuk menebus satu orang saja?
Dan coba juga lihat kembali berapa milyar Rupiah yang diberikan kepada para korban kecelakaan Air Asia atau yang terakhir terjadi di MINA?
Namun apa yang dibawah kendali pemerintah seolah nyawa rakyat tidak ada artinya, kecuali mereka hidup hanya untuk membayar pajak kepada Negara. Itu kewajiban yang harus mereka laksanakan. Tidak ada pelayanan gratis, karena semua harus bayar biaya kesehatan dengan melalui BPJS. Kalaupun ada itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang sangat miskin atau "dicatat" sebagai orang miskin.
Namun begitu nyawa mereka sama, tidak ada harganya bagi negara. Saat mereka dibunuh maka Negara hanya akan memberikan jaminan bahwa pelakunya akan dihukum seberat-beratnya, dan pengadilan akan memutuskan hukuman 15 tahun penjara. Tanpa adanya uang tebusan atau uang ganti rugi, tidak ada nyawa yang diberikan tebusan uang. Karena nyawa memang tidak diperdagangkan, dan tidak dijual belikan sehingga Negara tidak memberikan ganti rugi.