Mohon tunggu...
Dodi Muthofar Hadi
Dodi Muthofar Hadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manjadda Wajadda

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus puluhan bahkan ribuan kepala"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berebut Menjadi Pemimpin

3 November 2009   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pemimpin harus berwatak tablik, fathonah, siddiq, dan amanah, ditambahin lagi dalam teori-teori kepemimpinan seperti dari Jawa, sampai dari Luar Negeri. Semua teori tersebut akan mengajarkan bahwa pemimpin adalah orang terbaik, yang mampu memberikan rasa aman, memberikan rasa simpati, memberikan rasa empati, dan tidak sombong. Terlebih lagi saat menjadi pemimpin tidak boleh korupsi. Sehingga semua teori kepemimpinan tidak ada yang salah, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Semua teori kepemimpinan benar adanya karena mengajak menjadi pemimpin yang baik, bisa diikuti dan tidak berbuat kerusakan di bumi.

Kejadian yang menimpa pemimpin hingga kemudian tidak menjadi pemimpin bukan karena teori kepemimpinan yang salah. Namun pelaksanaan teori kepemimpinan oleh pemimpin itu yang salah. Pemimpin yang tidak menjadi pemimpin saya sebut "mantan pemimpin". Boleh saja dia sudah selesai menjabat sebagai pemimpin, namun apakah dia sebagai pemimpin atau mantan pemimpin terletak pada pelaksanaan teori kepemimpinannya. Karena pemimpin itu tidak ada masa berakhirnya selama dirinya masih hidup.

Bukan berarti memimpin diri sendiri itu menjadi jelek setelah memimpin orang lain. Itu, menjadi pemimpin diri sendiri juga tergolong pemimpin. Sungguh sayang jika pemimpin menjadi mantan pemimpin, karena memimpin dirinya sendiri tidak bisa. Mantan pemimpin akan berbuat jahat, karena dirinya tidak bisa memimpin. Mantan pemimpin adalah perusak bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya, dan ujung-ujungnya masuk penjara atau mati sebagai mantan pemimpin.

Sungguh kebagusan disaat manusia bisa menjadi pemimpin hingga meninggal dunia. Entah meninggal karena kalah perang, atau meninggal diatas kasur yang empuk, apalagi meninggal di saat mencapai kemenangan atau kejayaan. Dan sejarah akan mencatat dirinya meninggal sebagai pemimpin.

Kondisi politik saat ini di Indonesia sedang berebut menjadi pemimpin. Dan itu bagus, jangan sampai berebut menjadi mantan pemimpin. Apalagi berebut mengatakan sebagai pemimpin padahal dirinya mantan pemimpin.

Pada era saat ini adalah sama politiknya pada era 1945 M (masa revolusi fisik). Banyak kaum muda, dan kaum muda terpelajar menjadi pemimpin dan dipilih sebagai pemimpin. Banyaknya kaum muda saat ini yang berani memimpin, menunjukkan dirinya sebagai pemimpin adalah sama dengan masa-masa politik perjuangan revolusi itu. Ada sekian pahlawan yang sudah ditulis dalam buku sejarah, ada yang meninggal saat masih berusia 20an tahun, 30an tahun ataupun yang sampai 70an tahun baru meninggal dunia. Bahkan masih ada pejuang revolusi yang sampai sekarang masih hidup yang umurnya diatas 80an tahun. Bahkan yang belum genap 20 tahun meninggal juga ada.

Mereka ada yang sudah memimpin dirinya sendiri untuk kebebasan dari penjajahan, ada yang sampai memimpin pasukan negara dan ada yang menjadi pemimpin dalam negara. Sungguh mereka adalah tauladan yang baik, sebagai pemimpin.

Sekarang para pemuda mengulangi kepemimpinan mereka, dengan memimpin dirinya sendiri, memimpin organisasi sipil ataupun militer untuk kesejahteraan, terbebas dari belenggu penjajahan sosial, ekonomi, dan politik serta kebudayaan. Perjuangan saat ini tak ubahnya dengan bertempur sekuat daya pikir dan usaha untuk sejahtera, sedangkan pada era revolusi berjuang sekuat daya pikir dan raga mencapai kebebasan dari penjajahan fisik dan pikiran dan segalanya. Perbedaannya adalah mampukah kita menjadi pemimpin saat ini?

Siapa takut, menjadi pemimpin bangsa ini? Tentu semuanya menjawab, saya tidak takut. Dan memang saat ini ajang berkompetisi menjadi pemimpin. Serta ajang menjadi saksi atas kepemimpinan seorang pemimpin. Karena tanpa ada bukti atas kepemimpinan yang disaksikan, maka kepemimpinan seorang pemimpin adalah palsu, dan dia hanyalah seorang mantan pemimpin.

Mari berjuang untuk menjadi pemimpin, dan menjadi saksi atas seorang pemimpin, serta memberikan bukti bahwa kita adalah pemimpin kepada Allah swt, manusia dan alam semesta kita. Karena pada awalnya kita tercipta sebagai pemimpin bukan mantan pemimpin. Salam Reformasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun