Perkembangan zaman yang begitu pesat membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari teknologi, sosial, hingga budaya. Namun, di tengah kemajuan ini, terdapat satu kelompok masyarakat yang sering tertinggal dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi, yaitu kalangan lanjut lansia. Banyak di antara mereka yang merasa asing dengan teknologi digital, kebingungan menghadapi perubahan gaya hidup, atau bahkan terisolasi dari lingkungan sosial yang semakin dinamis. Ketidakmampuan lansia untuk mengikuti perkembangan zaman bukanlah semata-mata karena usia, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keterbatasan fisik, psikologis, serta kurangnya dukungan sosial.
Ketika lansia kesulitan beradaptasi, dampaknya tidak hanya terbatas pada individu yang bersangkutan, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap hubungan keluarga dan masyarakat. Rasa kesepian, stres, hingga penurunan kualitas hidup menjadi konsekuensi yang harus dihadapi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami akar permasalahan yang membuat lansia sulit beradaptasi serta mencari solusi yang dapat membantu mereka tetap aktif dan terlibat dalam kehidupan modern. Dengan pendekatan yang tepat, lansia dapat tetap merasa dihargai dan memiliki peran dalam masyarakat meskipun zaman terus berubah.
Mengenal kelompok kalangan lanjut usia. Secara khusus, kelompok lansia menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah setiap orang yang telah berumur 60 tahun (ke atas), baik yang masih produktif (masih bekerja) maupun yang sudah tidak produktif. Mereka yang berusia 46-59 tahun pun sudah dianggap "mendekati" lansia, atau disebut "pralansia". Pada kalangan lanjut usia, ternyata memiliki banyak tipe. Tipe lansia yaitu tipe konstruktif, tipe optimis, tipe dependen (ketergantungan), tipe militan dan serius, tipe devensif (bertahan), tipe putus asa (benci terhadap dirinya) serta tipe pemarah/frustasi (kekecewaan karena gagal dalam melakukan sesuatu).
Kini hidup sudah modern dan digital, jadi kelompok kalangan lanjut usia susah untuk berdampingan dengan situasi ini. Semakin berkembangnya digital dan teknologi, kita bisa lihat jika kalangan lanjut usia yang memiliki tipe optimis atau tipe dependen (ketergantungan) cenderung lebih banyak dibandingkan tipe-tipe yang lainnya. Tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan besar dalam menerima perkembangan ini, terutama mereka yang memiliki keterbatasan fisik, kognitif, maupun akses terhadap teknologi.
Masuk ke tahapan lansia membuat mereka mengalami keterbatasan dan kesulitan ruang gerak, bahkan untuk sekedar aktivitas sehari-hari, membutuhkan bantuan orang di sekitarnya. Banyak lansia belum terbiasa dengan dengan kondisi saat ini. Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya pemahaman terhadap teknologi, minimnya pelatihan khusus bagi lansia, serta rasa takut atau kecemasan dalam menggunakan perangkat digital. Selain itu, lingkungan sosial juga berpengaruh besar terhadap kemampuan lansia dalam beradaptasi. Lansia yang mendapatkan dukungan dari keluarga atau komunitas cenderung lebih mampu mengikuti perkembangan zaman dibandingkan mereka yang hidup dalam keterasingan.
Dampaknya, lansia yang tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dapat mengalami isolasi sosial, stres, bahkan depresi. Mereka merasa tertinggal, tidak relevan, dan kesulitan menjalin komunikasi dengan generasi yang lebih muda. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas hidup mereka dan menyebabkan ketergantungan yang semakin besar pada orang lain. Padahal, banyak fitur yang ditawarkan dalam dalam telepon genggam membantu mereka untuk bisa bertukar informasi dengan keluarga dan sahabat lamanya. Berkomunikasi melalui aplikasi WhatsApp contohnya, banyak aktivitas dapat dilakukan untuk mengisi waktu senggang mereka seperti bertukar informasi dan gambar, bahkan bercengkrama dalam grup. Sedangkan di aplikasi Youtube, lansia dapat mendengar ceramah bimbingan rohani dari para tokoh dan ulama yang mereka kagumi, tanpa harus meninggalkan rumah atau bepergian ke tempat lain. Bahkan mendengar lagu-lagu nostalgia dapat mengaktifkan daya ingat mereka.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan berbagai solusi yang dapat membantu lansia tetap terhubung dengan perkembangan zaman. Salah satu langkah penting adalah memberikan edukasi teknologi yang ramah bagi mereka. Program pelatihan penggunaan perangkat digital, seperti ponsel pintar dan media sosial, dapat membantu lansia memahami cara berkomunikasi dengan keluarga dan teman tanpa merasa kesulitan. Selain itu, pengembangan teknologi yang lebih sederhana dan intuitif juga dapat membantu mereka lebih mudah beradaptasi.
Peran keluarga juga sangat penting dalam mendukung lansia agar tidak merasa tertinggal. Memberikan bimbingan dengan sabar dan memastikan mereka tetap terlibat dalam percakapan digital dapat mengurangi perasaan isolasi. Selain itu, membangun interaksi langsung dengan lansia, seperti mengajak mereka berdiskusi atau berbagi pengalaman tentang perkembangan zaman, akan membantu mereka merasa dihargai dan tetap relevan dalam kehidupan sosial.
Selain dari lingkungan keluarga, masyarakat juga dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi lansia. Program komunitas yang melibatkan mereka dalam kegiatan sosial dan digital dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan keterlibatan mereka. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, lansia dapat lebih percaya diri dalam menghadapi perubahan zaman, menjalani kehidupan yang lebih mandiri, serta tetap merasakan kebahagiaan dan makna dalam hidup mereka di era modern ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI