Guru adalah sosok pendidik yang berperan untuk mencerdaskan anak bangsa. Peran guru sangat besar dalam mendidik, membimbing, mengajar dan mengarahkan peserta didik. Melalui peran para guru akan melahirkan watak dan kepribadian generasi. Bahkan guru adalah ujung tombak pembentukan SDM yang berkualitas.
Hari Guru Sedunia (World Teachers' Day) baru saja diperingati pada tanggal 5 Oktober 2024. Peringatan ini diselenggarakan oleh UNESCO. Untuk tahun ini, UNESCO mengusung tema "Valuing teacher voices: Towards a new social contract for education" yang artinya "Menghargai suara guru: Menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan".
Perayaan Hari Guru Sedunia tahun ini akan menekankan pada peran penting yang dimainkan oleh para guru dalam membentuk masa depan pendidikan dan kebutuhan mendesak untuk memasukkan perspektif mereka ke dalam kebijakan pendidikan dan proses pengambilan keputusan.
Selain itu, peringatan Hari Guru Sedunia tahun ini juga menyoroti perlunya mengatasi tantangan sistemik yang dihadapi guru dan membangun dialog yang lebih inklusif tentang peran mereka dalam pendidikan. Dengan tema yang diangkat tersebut menggarisbawahi urgensi menyerukan dan mendengarkan suara guru untuk mengatasi tantangan mereka, tetapi yang paling penting adalah mengakui dan mengambil manfaat dari pengetahuan dan masukan para ahli yang mereka berikan kepada dunia pendidikan (https://news.detik.com/5/10/2024).
Karut-Marut Problematika Guru
Di tengah peringatan hari Guru internasional, ternyata belum menampakkan penghargaan kepada guru padahal peranan mereka yang begitu besar. Bahkan guru dihadapkan pada berbagai problematika yang karut-marut. Sebagaimana dilansir dari muslimahnews.com, saat ini para guru dihadapkan pada berbagai persoalan, di antaranya yaitu:
1. Rendahnya tingkat kesejahteraan
Gaji guru di Indonesia sangat rendah. Berdasarkan riset BPS, masyarakat yang bekerja di sektor pendidikan rata-rata menerima gaji bulanan sebesar Rp 2.843.321. Berdasarkan data JobStreet, rata-rata gaji guru di Indonesia adalah Rp 2,4 juta per bulan. Angka ini sangat rendah dibandingkan negara ASEAN lain seperti Singapura (yang mencapai Rp 11,9 juta per bulan). Guru honorer di Indonesia justru dibayar lebih rendah dan bahkan dianggap tidak manusiawi. Beberapa guru honorer hanya menerima gaji bulanan sebesar Rp 250.000.
2. Kurang Dihargai
Dalam sistem kapitalis saat ini, guru tidak dianggap sebagai pendidik generasi penerus, melainkan hanya sekedar faktor produksi yang melakukan tindakan teknis untuk mencapai tujuan produksi. Dalam dunia pendidikan, nilai-nilai spiritual sangat minim  dan nilai-nilai materi mendominasi. Akibatnya, rasa hormat siswa terhadap gurunya semakin berkurang.
 3. Kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak dari perilaku terpuji