riba" sering terdengar dalam berbagai pembicaraan tentanag ekonomi, terutama dalam konteks agama Islam. Riba biasanya didefinisikan sebagai laba yang diperoleh dari transaksai yang tidak adil karena dengan dilakukannya transaksi, salah satu pihak menjadi tertindas. Sistem ekonomi modern, meskipun membawa banyak facilitas, meyakinkan mengandung celah diantara praktik masa yang terjebak riba. Nah, dalam artikel ini, saya ingin membahas beberapa jenis transaksi yang menurut saya rentan terhadap praktik riba, serta contohnya yang bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, istilah "1. Pinjaman dengan Bunga (Kredit Bank)
Satu contoh transaksi yang rentan terkena riba adalah pinjaman dengan bunga, atau yang lebih dikenal dengan kredit. Dengan sistem perbankan modern, uang yang kita dapatkan dari bank ketika meminjam, biasanya membutuhkan pembayaran bunga. Bunga adalah bentuk keuntungan yang dihasilkan oleh bank tanpa kontribusi nyata ke dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat dianggap sebagai riba. Contohnya ketika seseorang meminjam uang untuk membeli rumah atau kendaraan, jumlah uang yang dikembalikan jauh lebih tinggi dari pada pinjaman uang itu sendiri, karena ada bunga lagi dalam jumlah yang besar. Inilah yang menjadi masalah, karena bunga tersebut sebenarnya merugikan peminjam yang sudah terdesak kebutuhan.
2. Investasi yang Mengandung Unsur Spekulasi
Di samping itu, saya juga percaya bahwa transaksi lain yang bisa rentan terhadap riba adalah investasi yang mengandung unsur spekulasi berlebihan. Dalam hal ini, saya menyebutkan saham atau komoditas sebagai beberapa contoh. Di perusahaan tersebut, banyak orang yang berinvestasi dengan harapan mendapatkan keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan risiko. Dengan langkah ini, saya bisa memandangnya sebagai bentuk riba. Ini karena keuntungan biasanya tidak bersumber dari hasil usaha nyata. Contohnya adalah trading saham atau kripto dengan harga yang fluktuatif. Orang bisanya mendapat keuntungan dari pergerakan harga yang terjadi, bukan dari produksi atau kerja.
3. Sewa Guna Usaha yang Tidak Seimbang
Sewa guna usaha atau leasing juga bisa menjadi transaksi yang rentan terhadap riba. Misalnya, dalam transaksi pembiayaan kendaraan atau peralatan, biasanya pihak penyewa dikenakan biaya yang jauh lebih tinggi dari nilai barang yang disewakan. Dalam beberapa kasus, beban pembayaran bisa sangat memberatkan, terutama jika bunga atau biaya lainnya tidak transparan. Pada akhirnya, hal ini bisa menciptakan ketidakseimbangan yang merugikan salah satu pihak, terutama konsumen yang terpaksa membayar lebih banyak dari nilai barang yang disewa.
4. Jual Beli yang Tidak Transparan (Markup Berlebihan)
Di sisi lain, jenis transaksi jual beli juga dapat menjadi rentan terhadap riba jika ada praktik markup yang melibatkan. Misalnya, di beberapa wilayah, harga barang sudah sangat dipasang, terkadang harganya melonjak begitu besar tanpa alasan yang wajar, terutama jika terdapat pihak yang mengambil manfaat keadaan tertentu, yaitu kelangkaan barang maupun kondisi lain yang mendesak. Keuntungan yang dirasakan oleh penjual ini jelas merugikan bagi konsumen, sebab konsumen dikenakan beban pada harga jauh lebih tinggi daripada nilainya.
5. Sistem Pembayaran Cicilan Tanpa Bunga yang Tersembunyi
Meskipun banyak toko atau lembaga keuangan menawarkan pembelian barang dengan cicilan tanpa bunga, saya merasa bahwa transaksi semacam ini juga bisa berpotensi mengandung unsur riba jika ada biaya tersembunyi atau biaya tambahan yang tinggi. Kadang - kadang, harga barang yang dijual dengan cicilan tanpa bunga sebenarnya sudah lebih mahal daripada harga cashnya, atau ada biaya administrasi yang tinggi yang tidak diinformasikan sejak awal. Dengan kata lain, meskipun tidak ada bunga yang disebutkan secara eksplisit, sebenarnya konsumen tetap dikenakan biaya tambahan yang tidak adil, yang pada dasarnya mirip dengan riba.