Mohon tunggu...
Muthia Hasna
Muthia Hasna Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Solusi Mengatasi Limbah Makanan Dengan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif Butanol

3 Januari 2022   09:30 Diperbarui: 3 Januari 2022   10:14 1466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Food waste atau sampah makanan (Sumber: https://wri-indonesia.org/)

Sampah sudah menjadi masalah kompleks bagi setiap negara karena berkaitan dengan kondisi lingkungan negara itu sendiri. Volume peningkatan sampah sebanding dengan meningkatnya konsumsi manusia. Aktivitas manusia dalam upaya mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin beragam seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Dengan berjalannya waktu, pertumbuhan jumlah penduduk meningkat dan mengakibatkan perubahan besar terhadap lingkungan hidup. Peningkatan jumlah penduduk tersebut sebanding dengan peningkatan jumlah konsumsi yang mempengaruhi besarnya peningkatan volume sampah, serta volume sampah yang dihasilkan tidak dibarengi dengan sistem pengelolaan sampah yang memadai 

Setiap aktivitas manusia secara pribadi maupun kelompok, dirumah, kantor, pasar, sekolah, maupun dimana saja akan menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pasal 1 tentang sampah disebutkan bahwa sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Setiap hari sampah dihasilkan dari keluarga/rumah tangga, yang dari sisi kuantitas/jumlah biasanya menempati posisi tertinggi, sampah rumah sakit dan industri yang sangat berbahaya, juga sampah dari tempat-tempat umum misalnya terminal, pasar, tempat hiburan, sekolah, kantor, dan lain lain.

Sektor rumah tangga menjadi salah satu sektor yang menyumbang limbah makanan dalam jumlah yang cukup besar. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi timbulan limbah makanan. Limbah makanan merupakan komponen tunggal terbesar dari aliran limbah di Amerika Serikat. Isu kehilangan makanan (food loss) dan limbah makanan semakin mendapatkan perhatian di seluruh dunia. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), lebih dari 33 juta ton limbah makanan dihasilkan pada tahun 2012. Tantangan global yang akan dihadapi masyarakat seluruh dunia adalah penyediaan makanan bagi 9,1 miliar orang pada tahun 2050. Limbah makanan adalah limbah yang terbuang pada tahap konsumsi di akhir rantai pasokan makanan.

Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya, sehingga permasalahan sampah yang dihadapi selama ini dapat teratasi dengan baik tanpa harus mengeluarkan banyak waktu, tempat dan biaya. Salah satu pengelolaan dari sampah makanan adalah dengan dimanfaatkan menjadi butanol. Butanol merupakan alkohol empat karbon dengan kandungan dan kepadatan energi yang lebih tinggi dibandingkan etanol. Kandungan energi pada butanol hampir menyamai premium, yaitu 26,9 -- 27,0 MJ/liter dengan bilangan oktan 89 dan nilai ini jauh dari kandungan energi etanol yang hanya 21,1 -- 21,7 MJ/liter. Dengan kandungan dan kepadatan energi yang lebih tinggi dari etanol, maka diharapkan butanol mampu menjadikan kendaraan hemat dalam penggunaan bahan bakar, namun tetap memiliki jarak tempuh yang lebih baik. 

Dalam penggunaannya, butanol dapat dicampur dengan berbagai kadar bensin, hal ini berbeda dengan etanol yang hanya bisa dicampur maksimal 10% bensin. Rantai hidrokarbonnya yang lebih panjang dan kurang polar inilah yang menyebabkan butanol dapat dicampur dengan bensin dalam kadar berapa pun. Campuran butanol dan bensin dinilai lebih ekonomis karena kandungannya yang hampir sama dengan. Dari sisi lingkungan, butanol juga dinilai lebih aman karena tidak mudah mencemari air tanah. Selain itu, butanol dapat langsung diaplikasikan pada mesin kendaraan tanpa modifikasi khusus seperti pada penggunaan etanol, sehingga menjadikan butanol sebagai kandidat ideal untuk menggantikan penggunaan bensin sebagai bahan bakar kendaraan.

Pada umumnya, butanol diproduksi dengan dua pendekatan, yaitu secara fundamental dan secara biologis. Proses produksi butanol yang lebih diminati adalah secara biologis yang diolah dengan metode fermentasi ABE (aseton, butanol, dan etanol) mikroba atau yang disebut dengan biobutanol. Namun, hasil produksi secara biologis lebih sedikit dan membutuhkan biaya yang relatif tinggi karena pada umumnya produksi butanol secara biologis menggunakan bahan pangan fungsional seperti jagung, gandum, dan biji-bijian. Maka, dilakukan berbagai upaya untuk mengganti substrat dalam produksi butanol, seperti penggunaan limbah pertanian atau limbah makanan. Upaya ini diharapkan mampu menghasilkan butanol dengan jumlah yang lebih banyak dan tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar.

Telah banyak studi dilakukan mengenai produksi butanol dengan memanfaatkan limbah industri yang mengandung karbohidrat cukup tinggi dan dilakukan secara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Clostridium acetobutylicum yang dapat menghasilkan butanol. Salah satu studi yang saat ini banyak dilakukan adalah pemanfaatan limbah makanan untuk menghasilkan bahan bakar nabati. Dibandingkan dengan biomassa, bahan bakar dengan bahan dasar limbah makanan diyakini mampu memberikan beberapa keuntungan dalam menghasilkan butanol. Pertama, limbah makanan mengandung sejumlah besar glukosa dan pati yang dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh Clostridium dibandingkan pada biomassa selulosa yang harus melalui tahapan pengolahan di bawah kondisi ekstrim dengan jumlah energi yang tinggi. Kedua, limbah makanan mengandung molekul fungsional, seperti protein, asam lemak, dan mineral dalam jumlah besar yang dapat bertindak sebagai penghasil nutrisi yang mendukung pertumbuhan kultur Clostridium

Gambar 1. Bakteri Clostridium beijerinckii dilihat menggunakan mikroskop elektron (Sumber: https://www.frontiersin.org/)
Gambar 1. Bakteri Clostridium beijerinckii dilihat menggunakan mikroskop elektron (Sumber: https://www.frontiersin.org/)

Metode untuk memproduksi butanol dari limbah makanan dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu konvensional dan modern. Kedua metode ini menggunakan proses fermentasi. Limbah makanan yang digunakan adalah mashed potato, jagung manis, dan roti putih. Langkah-langkah awal yang di tempuh adalah pengukuran komposisi limbah, lalu penghalusan limbah makanan menggunakan mixer selama 3 menit, selanjutnya kadar airnya di ukur, kemudian di simpan pada suhu -20 C. Setelah beku, limbah tersebut didiamkan pada suhu kamar selama 12-14 jam sebelum percobaan, hingga mencair. Bersamaan dengan langkah awal tersebut, siapkan kultur sel Clostridium beijerinckii P260 dan perbanyakannya sehingga menghasilkan medium P2. Berikut ini adalah bagan produksi butanol dengan metode fermentasi konvensional dan modern (vakum terintegrasi). 

Gambar 1. Produksi Butanol dengan Fermentasi Konvensional; Gambar 2. Produksi Butanol dengan Vakum Terintegrasi
Gambar 1. Produksi Butanol dengan Fermentasi Konvensional; Gambar 2. Produksi Butanol dengan Vakum Terintegrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun