Puisi adalah bentuk ekspresi seni yang menggunakan bahasa untuk menciptakan pengalaman estetis, keindahan, dan makna. Puisi seringkali menggabungkan unsur-unsur ritmis, suara, gaya bahasa, dan pemilihan kata dengan cermat untuk menghasilkan efek emosional dan intelektual pada pembaca atau pendengar. Sama halnya dengan karya sastra lain, puisi juga mengandung pesan ataupun gambaran pengalaman hidup penulis yang ia tuangkan dalam bentuk rangkaian kata yang indah yang biasa kita kenal dengan puisi. Seperti pada puisi Ashabul Kahfi karya Dr. E. Nurzaman., M.Si. seolah memberikan inspirasi kepada penulisnya. Didalam puisi ini mengandung nilai agama dan nilai politik, jika di analisis dengan kajian bahasa, sastra, dan agama juga bahasa, sastra, dan politik.
Ashabul Kahfi
Tidak berani karena hormat pada guru ngaji
Atau mungkin tidak pantas bagi para santri
Walau tidak sejalan dengan ilmu pedagogiÂ
Kujumpai di sejumlah kelompok belajar ngajiÂ
Kini empat puluh tahun lebih telah terlewatiÂ
Kutemukan jawabannya di Gua Ashabul Kahfi.
( Amman Jordania, 7 februari 2019 )
   Puisi Ashabul Kahfi biasanya merujuk pada kisah Ashabul Kahfi yang terdapat dalam Al-Qur'an, khususnya dalam surah Al-Kahfi (Surah ke-18). Kisah Ashabul Kahfi sendiri berkaitan dengan sekelompok pemuda yang beriman dan berlindung di dalam sebuah gua untuk menghindari penganiayaan terhadap keyakinan mereka. Dalam puisi yang mengangkat tema Ashabul Kahfi, unsur agama dapat muncul melalui ekspresi rasa ketakwaan, keyakinan pada Allah, pengorbanan untuk mempertahankan iman, dan tema-tema keislaman lainnya. Puisi tersebut mungkin mencerminkan nilai-nilai keberanian, keteguhan iman, dan pengabdian kepada Allah.
   Namun, penting untuk dicatat bahwa puisi Ashabul Kahfi bisa memiliki variasi tergantung pada interpretasi dan gaya penulisnya. Unsur agama dapat muncul dalam bentuk kutipan ayat Al-Qur'an, doa, atau penggambaran ajaran-ajaran Islam yang tercermin dalam peristiwa Ashabul Kahfi. Puisi tentang Ashabul Kahfi dapat mencakup unsur politik dalam konteks tertentu. Meskipun kisah Ashabul Kahfi secara umum dikenal sebagai kisah keimanan dan perjuangan melawan kezaliman, beberapa penulis atau penyair dapat memasukkan elemen politik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau kritik terhadap kondisi politik pada zamannya.Â
Dr. E. Nurzaman., M.Si.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H