Mohon tunggu...
Muthia D. Santika
Muthia D. Santika Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Mengintegrasikan keilmuan psikologi konvensional dengan prinsip Islam untuk memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan unik setiap individu, sehingga mereka dapat menjalani hidup yang lebih sehat, bermakna, bahagia di dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Manusia Beragama? Sebuah Kajian Psikologi

17 Januari 2023   16:30 Diperbarui: 29 Januari 2023   06:43 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pexels/David McEachan)

Setiap makhluk diciptakan dengan membawa kemampuan beradaptasi yang khas sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapinya. Kompleksitas lingkungan yang dihadapi manusia telah sesuai dengan kemampuan bawaannya. Karena itu manusia dibekali dengan kemampuan superior yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Misalnya kemampuan memecahkan masalah, kemampuan untuk menjalin hubungan sosial, kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, kemampuan untuk memahami nilai-nilai yang berlaku di lingkungan dan juga kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk memeluk agama yang dibangun dari beberapa kemampuan dan kebutuhan psikis. Diantaranya adalah:

1. Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan salah

Menurut psikoanalis Sigmund Freud, setiap manusia yang lahir ke dunia memiliki struktur kepribadian yang memungkinkan manusia untuk dapat memahami nilai-nilai ideal di lingkungan. Misalnya mengenali perilaku apa saja yang dapat dan tidak dapat diterima lingkungan. Jika manusia tidak dapat memenuhi standar nilai lingkungan maka akan muncul ketidaknyamanan yang dirasakan manusia berupa rasa bersalah. Dengan kapasitas ini, maka manusia akan mampu menginternalisasi nilai dan aturan dalam beragama.

2. Manusia selalu hidup dengan kebergantungan

Sejak lahir, manusia membentuk kelekatan (attachment) atau kebergantungan dengan orang tua. Kelekatan yang positif ataupun negatif akan mempengaruhi keoptimalan perkembangan emosi dan sosial anak. Anak yang memiliki kelekatan positif cenderung tumbuh sebagai individu yang memiliki penilaian diri yang positif terhadap dirinya sehingga lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan. Kelekatan dan kebergantungan ini akan terus dibawa oleh manusia sepanjang proses tumbuh kembangnya terutama ketika manusia berteman atau menjalin hubungan romantis. Kebergantungan manusia terhadap hal-hal diluar dirinya tidak hanya dapat diaplikasikan pada sesama manusia, namun juga kepada makhluk lain seperti hewan dan benda mati. Kebergantungan, keterikatan dan keyakinan ini yang membuat manusia dapat menerima konsep berke-Tuhan-an.

3. Ritual keagamaan memberikan dampak positif

Pernahkah Anda mencoba satu jenis makanan enak dan ingin membelinya lagi di kesempatan berikutnya? Hal yang sama terjadi ketika Anda melakukan ritual keagamaan atau ibadah. Berdasarkan penelitian, aktivitas religius dapat  meningkatkan kadar serotonin, dopamin, dan oksitosin di otak. Meningkatnya kadar kimiawi dalam otak ini membuat individu merasa nyaman dan di lain waktu akan mendorongnya untuk mendapatkan kenyamanan yang sama. Sehingga individu tersebut cenderung mengulangi aktivitas religius yang pernah dilakukan sebelumnya.  

4. Agama mampu memenuhi kebutuhan manusia

Steven Reiss, profesor psikologi Universitas Ohio menyatakan bahwa agama mampu memuaskan 16 kebutuhan dasar manusia. Diantaranya adalah kebutuhan penerimaan, keteraturan, kontak sosial, status bahkan kebutuhan romantis. Reiss memberikan contoh bagaimana agama mampu memenuhi kebutuhan individu dengan ciri ekstrovert dan introvert. Untuk para ekstrovert, agama dapat memberikan wadah bagi mereka untuk dapat tampil di depan umum untuk menyampaikan agama sedangkan untuk pada introvert, agama memberikan ruang untuk individu memiliki waktu pribadi yang menenangkan. Karena itu manusia memiliki kecenderungan untuk memeluk agama dan beribadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun