Mohon tunggu...
Putri Fahira Muthiarani
Putri Fahira Muthiarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Ekonomi Syariah IPB University

Saya merupakan mahasiswi Ilmu Ekonomi Syariah IPB University angkatan 2022. Saya gemar menonton drama, mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingkah Pengujian Sertifikasi Halal pada Produk UMK?

18 Maret 2024   19:54 Diperbarui: 18 Maret 2024   19:56 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : BFI Finance

Siapa yang suka jajan di pinggir jalan? Pada umumnya masyarakat, khususnya siswa sampai mahasiswa suka sekali membeli jajanan seperti cimol, cilok, siomay, seblak dan lain sebagainya. Selain harganya yang murah dan rasanya enak, jajanan juga kerap dijumpai di banyak tempat, seperti di samping sekolah, di belakang kampus, atau di samping mall besar juga banyak pedagang kaki lima yang berjualan disana. Tapi apakah kalian pernah berpikir tentang status kehalalan jajanan tersebut? Mungkin banyak yang berpendapat jika jajanan tersebut sudah pasti halal karena bahan pembuatannya juga banyak dijual di toko-toko bahan makanan, jadi aman untuk dikonsumsi.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, sudah sepatutnya kita aware terhadap apa yang kita gunakan dan konsumsi. Di Indonesia sendiri pada indikator halal food, Indonesia meraih peringkat kedua. Apa yang menjadi masalah? Mengapa Indonesia berada di peringkat 2 pada kategori halal food, sedangkan penduduk muslim di Indonesia begitu banyak? Ya, salah satunya kurang meratanya pengujian sertifikasi halal atau halal self declare. Maka dari itu,pemerintah menyarankan sedang gencar untuk terus mengadakan pengujian sertifikasi halal agar Indonesia mengalami peningkatan peringkat di indikator halal food. Halal Self Declare atau sertifikasi halal merupakan pernyataan status halal produk usaha mikro dan kecil oleh pelaku usaha itu sendiri. Berdasarkan Pasal 4 UU 33/2014 mengatur bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Artinya, produk yang beredar semestinya merupakan produk halal. Sehingga bagi pelaku UMK sudah seharusnya melakukan pengujian sertifikasi halal pada produknya agar konsumen tidak khawatir terhadap produk yang dikonsumsinya. Lalu apa saja hal yang harus dilakukan pelaku UKM untuk melakukan pengujian sertifikasi halal?

Yang pertama memahami syarat dan ketentuan seperti produk yang dijual tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, proses produksi yang dilakukan juga sudah dipastikan kehalalannya dan sederhana, selanjutnya memiliki omset tahunan dengan maksimal Rp500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha paling banyak Rp2 miliar rupiah, memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), memiliki lokasi,tempat, dan alat proses produk halal, dan syarat lainnya. Yang kedua menerapkan SJH (Sistem Jaminan Halal). Yang ketiga menyiapkan dokumen atau berkas sertifikasi halal yang meliputi beberapa dokumen yaitu ketetapan halal, manual SJH atau SJPH, sertifikat atau status SJH terakhir, diagram alur proses produksi, pernyataan, daftar alamat dan lain-lain. Yang keempat mendaftar sertifikasi halal. Yang kelima, memonitori Pre-audit serta pembayaran akad sertifikasi. Yang keenam melaksanakan audit. Dan yang ketujuh memonitor pasca-audit. Jika ketujuh hal tersebut dilakukan secara berurutan pihak BPJPH, LPH dan MUI akan memberikan sertifikat halal bagi pelaku usaha.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun