Mohon tunggu...
Nurul Mutmainnah
Nurul Mutmainnah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jakarta

Mencoba mengangkat rasa untuk berbagi. Dalam garapan kebaikan. Meski masih memulai untuk mencoba.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangis Kamar 1

22 Juni 2022   07:41 Diperbarui: 22 Juni 2022   07:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala malamku diisi dengan tawa penuh candaan bersama para saudariku. Bercengkrama dalam satu atap yang sama untuk menuntut ilmu. Berbgagi kisah dan saling memahat cerita sebagai bumbu kesyahduan. 

Di tengah lingkaran bahagia itu. Ditemani hujan teduh dalam perasaan yang indah. TIBA-TIBA..... tanpa disadari petir melwati segala hal yang indah dan bahagia tadi. Membawa kabar besar dalam kepahitan. Sudah cukup membuat hal tadi hilang dalam sekejap. Terganti teriakan pilu dan kehilangan serta keputusasaan. Tak kuasa menahan air mata yang mengbumbung dipelupuk mata hitamnya. Jeritan kesakitan yang nyata untuk merela yang dicintainya. 

Tak sanggup aku mendengarnya. Temanku yang lain pun begitu. Tak ada yang mampu kami perbuat. Tak bisa mengembalikan sesuatu yang telah tiada. Kami saling menatap dalam irisan rengekan bersama. Memahami rasa sakitnya tanpa harus berkata. Tanganku bergerak melingkar memeluk tubuh anak ini yang tadinya penuh dengan sunggingan senyum. Dalam sekejap memudar menyisakan isakan lara tiada terperi. 

Dan mata yang tak mampu berbicara. Tersalurkan dalam dekapan tiada batas. Bagai infus yang mengalir. Jika kau merasanya mungkin tak akan bisa menerima suntikannya. Aku melihatnya dengan rasa tak tergambar luar bisanya. Sungguh, DIA adalah anak yang sangat kuat sebagai sibungsu.

 '' Aku tak punya siapa-siapa lagi?'' ucapnya lirih tak tersembunyi. Cukup membuat kami para pendengarnya terdiam dalam keheningan. Menyelami alam pikir masing-masing.

SAHABAT MANUSIA. Abinya wafat pada hari ini. Yaitu Sabtu, 12 Februari 2021. Sebuah tamparan telak untuk ketiga kalinya dalam diriku akan arti kehilangan yang sesungguhnya. Lebih menyakitkan dalam dua dunia yang telah berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun