Syariah dan Khilafah bukanlah dongeng lama yang diceritakan ulang. Sama sekali bukan hal baru juga bukan sesuatu yang utopis. Karena tertetapkannya Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah (Daulah Islamiyah/Negara Islam) sudah pernah berlangsung selama 13 Abad. Dimulai dari Rasulullah, Khulafa ar-rasyidin, Khilafah Bani Ummayah sampai Khilafah Bani Utsmani. Baru tahun 1924 diruntuhkan oleh penjahat paling buruk sepanjang sejarah Islam, Kemal at Tarturk di Turki bekerjasama dengan Inggris.
Sebenarnya jarak kaum muslimin hari ini dari tidak dijadikannya Islam sebagai dasar peraturan hidup dan Khilafah sebagai institusi penerap kurang dari 1 abad. Sayangnya kaum muslimin lupa dengan kejayaannya sama sekali bahkan silau dengan negeri-negeri yang ditangan-tangan mereka masih ada darah-darah saudara seakidah kita yang masih belum kering.
Melaksanakan syariat Allah secara sempurna adalah konsekuensi dari 2 kalimat syahadat yang senantiasa kita ucapkan. Jadi tidak hanya parsial pada perkara-perkara ibadah saja, tetapi menjadi aturan bagi menyeluruh bagi seluruh aspek kehidupan. Dan dalam pelaksanaan Islam kaffah, maka keberadaan Khilafah adalah sebuah keharusan, sebagai payung yang menaungi seluruh kaum muslimin dibawah satu kepemimpinan, seorang Khalifah.
Secara global dan nasioanal, ide untuk mengembalikan kehidupan Islam banyak mendapat dukungan sekaligus pertentangan. Kita berbicara di Indonesia saja, dalam sebuah situs berita harian online, ada yang menyatakan pertentangannya dengan tegas pada sebuah audiensi peneraparan syariah dan khilafah di Makassar tahun 2013 ini, katanya 'Kalo mau menerapkan Islam, sana aja tuh di Arab'. Yang dijawab dengan elegan 'Tidak mau menerapkan hukum Allah ya jangan tinggal di Buminya Allah. Carilah bumi yang lain'. Ya..Allah bahkan menciptakan sebutir telor semut saja manusia tidak akan mampu. Tidak habis pikir, penentangnya sendiri pun adalah seorang muslim. Aneh. Mungkin Si Penentang juga tidak sempat berpikir kalo Islam bukan untuk orang Arab saja.
Secara personal, dalam usaha menyampaikan kepada ummat tentang penerapan syariah- khilafah merupakan sebuah keharusan dan kewajiban yang harus dipikul bersama, juga banyak mendapat komentar yang lucu, unik, yang kadang menggelitik akal dan hati. Tak aral kadang juga bikin nyengir unta atau justru rasanya ingin menangis saja.
Rata-rata pertanyaan pertama yang selalu muncul dari orang-orang yang saya temui adalah: "Bagaimana mungkin Islam bisa diterapkan di Indonesia dengan keragaman masyarakat dan agama, bagaimana dengan orang yang bukan Islam?"
Ini menarik. Jika yang bertanya adalah orang bukan muslim wajar, mereka memikirkan kehidupan mereka nantinya seperti apa di dalam khilafah. Kalo justru seorang muslim....???
Jawaban atas pertanyaan tersebut menurut 'logika bodoh' yang pernah disampaikan Ust. felix, kira-kira : Jika ada 100 Ayam, 15 berpenyakit dan 85 sehat, mana yang akan kita selamatkan? Pasti yang 15 kita bunuh dan membiarkan 85 yang sehat. Di Indonesia kurang lebih 85% adalah muslim, yang wajib bagi mereka untuk taat syariat dan tidak boleh ditinggalkan. Sementara sisanya, 15% adalah kafir yang menjalankan syariat atau tidak sama saja bagi mereka, karena kekufuran mereka terhadap Allah. Mana yang harus kita perjuangkan? Tentu pihak yang ada kewajiban bagi mereka untuk menerapkan syariat.
Jawaban pintarnya: Coba kita cerna lagi syahadat yang berulang kali kita ucapkan. Akan kita dapati bahwa di sana terdapat sumpah kita untuk tunduk pada patuh pada segala sesuatu yang Allah telah tetapkan atas diri kita. Aqidah Islam sudah jelas menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Pada saat yang bersamaan kita harus menafikan keberadaan tuhan-tuhan yang lain. Artinya Tuhan orang kafir pun adalah Allah, hanya saja mereka mengingkari. Allah juga yang menciptakan mereka. Harusnya aturan Allah lah yang berada di tengah-tengah mereka sebagai pemutus perkara. Lagi pula yang harus dipahami adalah ketika Islam diterapkan dalam bingkai khilafah, bukan lah aqidah mereka yang dipaksakan untuk di tinggalkan, dan tidak juga dipaksa untuk masuk Islam. Tetapi peraturan Islam yang berlaku ditengah-tengah manusia lah yang harus/wajib bagi mereka untuk menerima juga melaksanakan. Dan yang biasanya dilupakan adalah Islam bukan rahmatan lil muslimin tapi rahmatan lil alamin. Jadi apa pun dan siapa pun termasuk di dalamnya, bahkan sebutir telor semut. Sehingga tidak ada masalah jika islam diterapkan termasuk dikalangan orang kafir.
Kalo tadi pertanyaan, maka aja juga pernyataan yang menguncang akal.
Salah satunya: “Kalo ingin memperbaiki kondisi -yang kadung rusak dan akan terus rusak-, kita haru memulai dari hal-hal yang kecil. Kadang perubahan kecil seperti memungut sampah yang ada di dekat kita saja masi belum bisa dilakukan.”
Ini adalah pernyataan yang paling memilukan. Siapa pun tahu tidak ada perubahan besar untuk merubah dunia itu dimulai dari memungut sampah dan harus menunggu semua orang mau memungut sampah. Kasihan. Potret pola pikir kaum intelektual muda muslim. Tidakkah miris?
Atau pernyataan ini: “jangan ngomong khilafah, terlalu jauh. Mulai saja perubahan itu dari diri kita sendiri, keluarga kita, membaikkan diri dan keluraga kita dengan Islam.”
Pernyataan yang sangat individualis dan egosentris. Yang penting saya….. saya baik, saya tidak bermaksiat, saya beribadah dengan baik. Lalu bagaimana dengan saudara kita yang lain, yang tidak mendapatkan akses untuk menjadi baik? .
Oke, bisa jadi ‘saya dan keluarga saya’ bisa menerapkan Islam dengan baik di dalam rumah, tapi diluar rumah? Apakah bisa ‘saya dan keluarga saya’ tidak memakai ekonomi riba yang disediakan sistem? Tentu tidak. Benar perubahan dari diri sendiri itu niscaya, tapi mencukupkan perubahan itu hanya untuk diri kita sendiri dan menutup mata pada sekitar itu adalah bentuk pembodohan. Tidakkah kita ingat hadis rasul yang ini:
"Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, "Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita." Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu." (HR. Bukhari no. 2493)
Dan tidak ada perubahan besar yang bersifat global, mengarahkan dunia sesuai dengan aturan-aturan Allah, mengganti sistem yang kufur dengan sistem Islam bisa diwujudkan dengan perubahan-perubahan kecil. Itu pembodohan. Tidak percaya, lihatlah Al Fatih generasi Islam terbaik yang terdekat dengan kita. Saat Ia menaklukkan Konstantinopel apakah dia melakukan perubahan-perubahan kecil? Tidak. Melainkan justru pergerakan massa yang tiada habis, gelombang serangan yang sangat besar, hebat, taktis dan strategis.
Teman, bukalah mata kita, bukalah pikiran kita, bukalah hati kita. Hari ini Al-quran sudah jauh dilemparkan ke belakang punggung penguasa-penguasa kita. Aturan Allah digadaikan dan dikompromikan. Islam dan kaum muslimin ada pada titik paling nadir. Tangan siapa lagi yang akan terulur untuk menolong agama Allah kalo bukan anda, generasi muda Islam yang paling hebat yang dicintai Rabb seluruh alam. We Need Syariah- Khilafah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H