Hari ini saya dapat kabar dari Bandung, kini tumpukan buku-buku itu sudah berpindah tangan. Â Tumpukan buku itu dijual murah. Jual rugi. Kira-kira berat seluruh tumpukan buku itu 4 Ton.
Sejak akhir tahun 2019, ketika covid mengguncang dan memporak-porandakan umat manusia, ekonomi di negeri ini mulai lesu. Imbasnya tidak hanya dirasakan oleh para pedagang kebutuhan bahan pokok, tapi juga dirasakan oleh penjual buku.
Satu persatu kampus mulai menerapkan sistem pembelajaran dalam jaringan (Daring) atau belajar online. Termasuk beberapa kampus yang berdiri di Kawasan Jatinangor.
Mahasiswa tak datang ke kampus lagi, mereka belajar dari kamar kosan atau dari rumah melalui aplikasi Zoom atau Google Meet.
Lapak-lapak buku yang berdiri tak jauh dari Kantor Kecamatan Jatinangor itu mulai sepi pengunjung. Tak ada lagi kerumunan mahasiswa. Tak ada lagi mahasiswa yang bertanya, "Ada buku Dasar-Dasar Ilmu Politik karya Miriam Budiardjo?"
Merasakan kondisi seperti itu, beberapa toko buku mulai tutup. Karena tak mampu lagi membayar sewa lapak, jumlah buku yang berton-ton diangkut ke rumah. Mereka memilih berjualan dari rumah. Buku difoto, lalu diunggah di media sosial.
Namun hinga hari ini, hingga masa Covid19 berakhir, penjualan buku tak juga kembali normal. Buku-buku sepi peminat.
Apa mungkin, buku kehilangan penggemarnya. Masyarakat tak tertarik lagi dengan buku.
Jika masih ada pedagang buku yang masih bertahan hingga hari ini, itu tindakan keren. Seperti diungkapkan oleh Andrea Hirata dalam novelnya orang-orang biasa, "Berjualan buku di negeri yang penduduknya tidak suka membaca adalah tindakan heroik."
Semoga ekonomi di negeri ini lekas membaik. Minat membaca masyarakat Indonesia terus naik. Para pedagang buku bertahan dengan keheroikannya.