Mohon tunggu...
Mutakin LZ
Mutakin LZ Mohon Tunggu... -

Alumni Ponpes Al-Fatah Temboro Magetan Jatim, MAN Krui Pesisir Barat, Sarjana Pertanian(Agribisnis) Unila. Pernah Anggota DPM-U Unila, Pengurus DPD KNPI Lampung, PW IPNU Lampung, Ketum PC PMII Bandarlampung.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kembali ke Agama, Kembali ke Perdamaian

19 Desember 2013   00:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:45 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agama selalu hidup dalam sejarah umat manusia dan mengikuti perkembangan zaman. Dari waktu ke waktu agama mengalami penafsiran ulang yang kadang digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk membela kepentingannya. Murad W Hofmann (2006 dalam mujtahid, 2011) sebagai tokoh yang sangat concern terhadap perdamaian agama, berusaha mempertemukan antara agama, dalam hal ini misalnya, Islam dan Kristen, dengan membuka jalan dialog, kerjasama dan alternatif lainnya. Selama ini, kedua agama ini saling menyimpan kecurigaan yang kuat dan tak jarang hingga meletuskan konflik dan konfrontasi yang destruktif bagi tumbuhnya keharmonisan bagi antar pemeluk agama.
Islam sendiri dalam wataknya yang asli adalah anti kekerasan. Watak Islam yang asli sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah ketika beliau hijrah ke thaif Uthiopia. Sesampai di Uthiopia beliau dilempari batu oleh sebagian penduduk sampai berlumuran darah, namun beliau tidak mengutuk mereka melainkan justru mendo`akan petunjuk, dan rahmat bagi mereka. Demikian juga ketika perang Uhud, Rasulullah tidak membenci para pemanah yang tidak setia pada perintah beliau yang mengakibatkan kekalahan, melainkan beliau berlaku lemah lembut dan tetap mengayomi mereka. Rosul-rosul Allah yang pengampun terhadap kesalahan umatnya terbukti lebih berhasil dalam misinya dari pada yang sebaliknya. Sikap lemah lembut dengan penuh kasih sayang sudah sepatutnya dipercontohkan oleh para orang tua, para pendidik dan komunitas sekolah lainnya sebagai manivestasi ajaran agama yang diyakininya.Kekerasan harusnya tidak boleh terjadi dilingkungan sekolah seperti yang yang terjadi di dunia pendidikan yang marak diakhir-akhir ini.Agama mengajarkan kasih sayang dan kelemah lembutan serta pengampunan.
Sama halnya dalam agama kristen katolik disebutkan dalam ensiklik (surat pernyataan Paus) Redempotoris Missio yang dikeluarkan Paus Yohanes Paulus II tahun 1990.
Saling mengerti, memahami, menaruh cinta kasih dan menghormati satu dengan yang lainnya adalah ajaran agama yang seharusnya diterapkan oleh manusia yang beragama. Bangsa Indonesia yang merupakan bangsa yang multikulturalisme. Bangsa yang didalamnya terdapat bermacam budaya, suku, etnik, dan agama, sehingga orang-orang didalamnya baik secara idividu maupun kelompok sudah sepatutnya untuk bersikap toleran. Oleh karena itu, umat beragama harus menegaskan kembali identitas keagamaan di tengah-tengah umat beragama lain yang juga eksis. Pluralisme keagamaan sudah menjadi kenyataan sejarah yang tidak mungkin bisa dihindari, menafikan pluralisme sama artinya dengan menafikan keberadaan manusia itu sendiri. Namun, pluralisme dan perbedaan (eksoterik) agama sering menjadi sumber konflik dan ketegangan di antara umat beragama. Bahkan umat beragama sebagian besar masih memandang agama lain dalam konteks "superior" dan "inferior".
Setiap permasalahan harus dilihat dari dua perspektif-dialegtis: objektifikasi dan transendensi, demokrasi dan teokrasi.Objektifikasi maksudnya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seluruh komponen bangsa harus saling mengerti dan memahami, harus bermusyawarah untuk memecahkan persoalan bersama, harus saling bekerjasama dan tolong menolong, berbuat yang menguntungkan masyarakat serta senantiasa menjaga keseimbangan, keharmonisan dan keserasian.
Kita harus Arif melihat Bangsa Indonesia yang multiagama, tidak berdasarkan mayoritas, tetapi merangkul semua kalangan dari penduduk Nusantara, founding father telah menetapkan ideologi Bangsa yang termuat dalam Pancasila. Dalam hal ini penulis ingin melihat satu dari lima poin ideologi Bangsa Indonesia yaitu sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. Makna sila pertama ini lebih menekankan Sifat-sifat Luhur/ Mulia Tuhan yang mutlak harus ada dalam individu, kelompok dan Bangsa Indonesia. Hal ini juga menunjukkan pentingnya menginternalisasikan nilai-nilai Luhur Tuhan. Sifat-sifat Luhur tersebut diantaranya penyayang, pengasih, pengampun/pemaaf dan sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun