Mohon tunggu...
Musyfiqul Khoir
Musyfiqul Khoir Mohon Tunggu... -

Pemerhati Sosial Media dan Komunikasi Poltik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arah Reformasi SBY

28 Juni 2014   02:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:31 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca runtuhnya Orde Baru, Indonesia memasuki lembaran sejarah baru yang dikenal dengan era reformasi. Semangat reformasi, dilakukanlah perombakan-perombakan mendasar dalam sistem kenegaraan terutama sistem politik, dari otoritarian menuju kehidupan demokratis yang ditandai dengan penghormatan sebesar-besarnya terhadap kedaulatan rakyat. Suara rakyat yang pada masa Orde Baru terbungkam, diharapkan pada era reformasi memiliki pengaruh signifikan dalam turut menentukan arah perjalan bangsa.

Berbagai perombakan terus dilakukan untuk menuju sistem politik yang sesuai dengan semangat demokrasi. Dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperlihatkan sejumlah kerja signifikan dan nyata dalam mewujudkan agenda reformasi di Indonesia. Salah untuk mewujudkan agenda reformasi itu dengan menjamin ketentraman dan kedamaian.

Ketentraman dan Kedamaian

Dalam mewujudkan ketentraman dan kedamaian SBY menyelesaikan konflik yang berlangsung puluhan tahun yang terjadi di bumi Nanggroe Aceh Darussalam berhasil diselesaikan melalui kesepahaman (MoU) antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Begitu juga dengan konflik-konflik komunal di beberapa wilayah di Indonesia. Kerusuhan dan konflik komununal di Kalimantan, Maluku, Papua, Atambua, Poso, dan di beberapa daerah lainnya berhasil diselesaikan secara damai. Hal demikian dapat dilakukan adalah menata dan mengelola konflik (conflict management) (Bakir dan Zaenal 2013:241).

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka memengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar sebagi pihak ketiga (pemerintah), yang diperlukannya adalah informasi ang akurat tentang situasi konflik. Sehinga dapat tercapai komunikasi yang efektif di antara pelaku dapat terjadi kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Sedangkan menurut Ross (1993) manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin menghasilkan ketenagan, hal positif, kreatif, bermanfaat.

Berhasilnya SBY menyelesaikan konflik Nanggroe Aceh Darussalam melalui kesepahaman (MoU) antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menunjukkan bahwa pihak ketiga (pemerintah) berhasil mengarahkan perselisihan ke arah menghasilkan ketenagan, hal positif, kreatif, bermanfaat seperti yang sampaikan Ross di atas.

Tantangan yang tak kalah seriusnya bagi terciptanya kehidupan yang tentram damai adalah maraknya aksi terorisme. Kejahantan terorisme yang terjadi semenjak tahun 2011 katika tragedi Bom Bali 1 dan Bom Bali 2 hingga tahun 2011 banyak memakan korban warga yang tak berdosa. Karena itu, SBY tidak hanya menyatakan perang terhadap terorisme, sebagaimana pemberantasan korupsi, tapi mengambil langkah konkret dengan memaksiamalkan aparat keamanan untuk membongkar segala bentuk teror yang terjadi di masyarakat. Dan hasilnya sangat terliahat. Sudah banyak teroris yang ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Eksistensi Demokrasi

Dalam beberapa kesempatan SBY selalu menenkankan bahwa demokrasi harus membawa kebebasan yang lebih besar bagi tiap warga negara untuk hidup dalam kebebasan beragama, berkumpul dan berskpresi. Dalam hal ini SBY menyimpulkan bahwa kebebasan tidaklah mutlak, melainkan tetap memiliki batas. Maksudnya, jangan hanya bersandar pada kebebasan, kita menggunakannya dengan melanggar hak orang lain.

Kebebasan juga tidak boleh digunakan untuk mempromosikan kebencian, konflik, ataupun perang. Ini sebabnya kita percaya bahwa kebebasan harus beriringan dengan toleransi dan penghargaan pada hukum. Karena tanpa itu, kebebasan hanya akan menyebabkan kebencian dan anarki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun