Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Ketika kita berbicara mengenai demokrasi, maka sejatinya kita akan memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia.
Sedangkan kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang demokratis biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
Pemimpin menempatkan dirinya sebagai pengontrol, pengatur dan pengawas dari organisasi tersebut dengan tidak menghalangi hak-hak bawahannya untuk berpendapat. Dia juga berfungsi sebagai penghubung antar departemen dalam suatu organisasi. Organisasi yang dibuat dengan teori demokratis ini pun memiliki suatu kelebihan, dimana setiap tugas dan wewenang dari pengurus organisasi tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga jelas bagian-bagian tugas dari masing-masing pengurus, yang mana nantinya tidak akan terjadi campur tangan antar bagian dalam organisasi tersebut.
Pembagian tugas ini juga sangat efisien dan efektif bila diterapkan dalam suatu organisasi dimana tujuan utama dari organisasi adalah tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.
Demokrasi Kita
Di Indonesia dengan tumbangnya rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 Tahun, menjadi pintu utama untuk mengawal demokrasi yang sejak dulu kita inginkan. Sehingga menjadi pemimpin di era transisi konsolidasi demokrasi seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh tidak mudah, butuh ikhtiar untuk melakukan konsolidasi demokrasi.
Seperti yang disampaikan Presiden SBY dalam bukunya SBY Selalu Ada Pilihan bahwa “Memimpin Indonesia di era transformasi dan konsolidasi demokrasi sekarang ini, ibarat memegang burung. Kalau tangan kita memegang terlalu keras, burung itu tidak bisa bernapas dan kemudian mati. Tetapi kalau pegangan kita longgar, maka burung itu akan lepas dan kemudian terbang.
Kalau pemimpin Indonesia terlalu keras dan memimpin dengan tangan besi, demokrasi kita akan mati. Tetapi, jika semuanya serba dibiarkan dengan dalih untuk menghormati kebebasan dan demokrasi, negeri ini bisa menjadi lautan anarki.”
Untuk itu, salah satu ikhtiar SBY dalam melakukan konsolidasi demokrasi adalah memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai sarana komunikasi langsung dengan rakyat Indonesia, hal demikian merupakan ciri pemimpin demokratis yang menjamin kebebasan berpendapat.
Sehingga tidak salah, jika SBY meraih “ANTARA Achievment Award 2013” pada acara puncak acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 lembaga kantor berita nasional.
SBY terpilih karena dinilai sebagai pemimpin demokratis yang menjamin kebebasan berpendapat dan paling terbuka kepada rakyat Indonesia serta ikut terlibat dalam pemanfaatan media sosial sebagai sarana berkomunikasi. Selain itu, SBY juga dianggap sangat terbuka pada usul, saran, kritik bahkan kecaman (Liputan6 18/12/13).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H