Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat, dan dari sejarah _Pramoedya Ananta Toer
Cosplay
Jujur saja, sejak jaman TK hingga SMA, memasuki bulan April adalah hari yang sangat menyebalkan bagi saya. Kamu tahu kenapa?
Karena hari itu adalah Peringatan hari Kartini. Hari dimana pihak sekolah memerintahkan siswi dan siswa untuk ber-cosplay ala-ala Sosok R.A Kartini.
Bukan saya tak suka melihat teman-teman perempuan berkebaya warna-warni, berdandan cantik jelita dengan bedak tebal, bibir merah mempesona.
Tetapi saya, seorang lelaki, kenapa pula disuruh untuk ber-cosplay menjadi Kartono, sosok yang “dipaksain ada” oleh pihak sekolah demi meramaikan perayaan hari Kartini. Seumur hidup, saya tidak pernah berangkat kegiatan ini. Meskipun hari esoknya saya harus menerima omelan dari guru.
Dul, tradisi berkebaya bisa mengingatkan kita kepada R.A Kartini yang sudah memperjuangkan persamaan hak perempuan, lho!
Oh, jadi alasan guru-guru memerintahkan siswa laki-laki ikut berdandan di hari Kartini karena biar sama hak dengan perempuan ya.
Iya deh. Tidak ada yang salah dengan tradisi itu. Lanjutkan saja.
Curhatan Berbuah Gelar Pahlawan
Pak, Bu. Saya bosan dengan pembahasan hari kartini sebagai momen untuk memperjuangkan persamaan hak perempuan. Saya tidak dapat menemukan perbedaan hak antara wanita dan laki-laki.
Saya pikir masa sekarang ini perjuangan Kartini sudah banyak terwujud. Wanita sudah banyak yang sekolah tinggi, di dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam hal memperoleh pekerjaan juga sama. Kemarin saya juga melihat ada seorang wanita bekerja sebagai kuli bangunan, sama seperti laki-laki.