“Gara-gara corona, Toko-toko di Tanah Abang, di Jatinegara pada tutup, bro. Saya jadi tidak bisa kirim-kirim baju-baju koko ini ke sana”
Begitulah jawaban ulum saat saya dampak virus corona pada kegiatan usahanya.
“Yawis, kepriben maning, tidak apa-apa”
Ucap dia sambil tersenyum getir memandang tumpukan-tumpukan baju koko itu.
Meski permintaan baju koko tahun ini merosot drastis akibat corona, Ulum mengaku tidak terlalu kecewa karena menurutnya baju itu masih bisa dijual di lain waktu.
Ulum mensiasati mandegnya ekspor (ke Jakarta) baju koko itu dengan menawarkan dan menyalurkan hasil produksinya di pasar-pasar terdekat. Salah satunya ke penjual-penjual baju yang ada di Pasar Kemantran, Kabupaten Tegal.
“Enaknya dagang baju, itu tidak bakal basi. Kalaupun tidak laku tahun ini bisa saya jual lagi di bulan atau tahun berikutnya, setelah corona reda.”
“Alhamdulillah, ini ada permintaan beberapa kodi dari seorang pedagang baju di pasar Kemantran, walaupun tidak banyak, syukuri aja”
Pengusaha Sarung Tetap Untung
Berbeda dengan Ulum, si pengusaha baju koko rumahan, Nasib terbalik dialami produsen sarung di Kota Tegal. Di masa Pandemi Virus Corona produsen sarung Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) justru menambah karyawan untuk meningkatkan produksi karena permintaan sarung baik dari dalam maupun luar negeri masih tetap tinggi. Permintaan sarung justru meningkat dari sejumlah negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Dikutip dari panturapost.com (4/4), Produksi sarung PT. Asaputex Kota Tegal, saat ini mengalami peningkatan hingga 20 persen dalam waktu satu bulan. Hal ini dikarenakan tidak ada pengurangan karyawan meski tengah terjadi wabah covid-19.
Menurut Jammaludin Al Katiri (Pemilik Perusahaan), Meski 80 persen hampir 80 persen karyawan bekerja di rumah, justru mereka malah lebih produktif menghasilkan sarung lebih banyak dibandingkan saat mereka bekerja di pabrik.