Paradigma Uang Receh
Di masyarakat, uang receh atau uang koin sering dianggap sebelah mata jika dibandingkan dengan uang berbahan kertas. Transaksi menggunakan uang receh cenderung diidentikkan dengan orang-orang kalangan bawah seperti pengamen, Pak Ogah, tukang parkir, dan pengemis.
Bisa jadi stereotip masyarakat inilah yang menyebabkan seseorang untuk segan dan enggan menggunakan uang receh.
Anda pasti pernah mendengar seseorang (atau bahkan Anda sendiri) mengucapkan “Maaf, pakai uang receh,” saat hendak membayar suatu barang.
Saya merasa heran mengapa seseorang meminta maaf untuk hal yang sebenarnya tidak perlu itu. Padahal selama memiliki nilai yang sama, entah membayar dengan uang receh ataupun dengan uang kertas seharusnya sama saja bukan?
Dari segi kepraktisan, uang receh memang terasa merepotkan karena kita harus menyediakan tempat penyimpanan yang lebih besar. Uang receh juga berat dan repot jika dibawa kemana-mana, muncul bunyi “kricik-kricik” yang membuat Anda tidak nyaman.
Tapi jujur saja saya justru senang membawa uang receh dengan bunyi unik itu, meskipun teman saya ada yang mengejek dengan kalimat “Habis Ngamen dimana, Mas?” saya tak masalah, saya cuek saja, dan menganggap itu sekadar lelucon.
Uang receh dianggap tidak bernilai sama sekali karena nominalnya yang kecil. Kehilangan seratus perak, dua ratus perak, lima ratus perak mungkin tidak akan dipermasalahkan dibandingkan jika Anda kehilangan selembar lima ribu Rupiah.
Namun pernahkah Anda menghitung berapa uang receh yang Anda sepelekan dan hilang tercecer itu? Kalau dikumpulkan bisa saja nominalnya bahkan lebih besar dibandingkan selembar kertas uang lima ribuan.
Jika saja uang receh-receh itu bisa berbicara, mungkin mereka akan mengeluh atas perlakuan tidak adil manusia terhadap “ras” mereka yang sering disepelekan dibanding dengan “ras” kertas.
“Wahai Manusia! Tindakan diskriminasi kalian terhadap kami sungguh menyebalkan! Jika hanya satu koin, mungkin terlihat kecil, tapi jika kami berkumpul, nilai kami bahkan bisa untuk membeli sebuah Mobil Mewah! Ingatlah azab wahai manusia!” - Kaum Receh