Lalu drama terjadi, teman saya mundur perlahan lantaran dia takut tak bisa berkomitmen dan mengikuti kekeraskepalaan saya untuk menyelesaikan paper iniÂ
Apalagi kami sebenarnya belum sreg dengan pisau analisis kami. Hal ini membuat saya harus kembali membaca dari awal, saya harus putar otak pisau analisis apa yang pas dan harus saya gunakan. Selain membaca buku saya juga rajin mengobrol bareng mantan dosen-dosen pembimbing saya.Â
Ini juga salah satu modus untuk saya menjalin kembali kedekatan saya dengan seseorang wkwkw *ups, tapi gagal karena orangnya sudah berubah jadi power ranger TT.Â
kali ini saya melebarkan juga sayap, untuk berbincang lebih dalam ke para praktisi media, yang gak lain bos saya sendiri dan salah satu temannya yang super baik. Bos saya cukup mendukung prestasi saya ini dan tidak menghitung cuti, ye!
Tema saya yang lumayan kontroversial ini membuat orang-orang di sekitar saya tertarik dan bersedia membantu, support datang dari penjuru dunia. Tapi saya tak kunjung menemukan formula analisis yang pas untuk melihat kasus ini dari segi bahasa. Padahal abstrak sudah diterima dan harus segera dirampungkan. Saya stres!
Di tengah carut marutnya kondisi pikiran saya, datang teman saya yang lain menawarkan diri ikut bergabung. Namun celakanya kami datang dari program studi yang berbeda dan ini membutuhkan waktu untuk penyesuaian kembali. Maka setumpuk buku saya berikan untuk dia pelajari.Â
Semangat dia pun menyamai, kami berada di jalan yang sama. Alhamdulillah. Hampir setiap hari kami berdiskusi untuk mencari analisis terbaik untuk kasus bahasa ini. Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk kembali pada critical analysis discourse Van Dijk yang sebelumnya saya gunakan waktu tesis lalu. Dan teori ini saya mention juga di abstrak saya, jadi tak ada penyimpangan yang berarti namun kamu harus memperkecil rumusan analisis dan tidak lagi menggunakan teori analisis lainnya. Â
Saya memang lumayan senang bermain dalam analisis ini, sebab Van Dijk memberikan saya keleluasaan mengkirtik semua sisi bahasa dan konteks tentu saja. Kalau soal kritik memang saya jagonya hahaha... tapi ingat harus dalam koridor teori miliknya.Â
Saya lumayan percaya diri untuk memakai teori dan analisis ini, dalam waktu kurang dari sebulan, paper pun selesai tanpa drama yang berarti. Meski saya kadang terlampau cerewet untuk masalah deadline dan beruntungnya saya, teman saya adalah orang yang paling sabar soal ini.Â
Apalagi tugasnya mentraslate dan memperbaiki bahasa Inggris ancur-ancuran saya, dia sangat amat bisa diandalkan. Sebabnya tak lain, karena kami punya mimpi sama dan akan maju bersama.Â